
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggaet kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal penanganan pengaduan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ini dilaksanakan oleh Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendag, Putu Jayan Danu Putra, dengan Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono, di Kantor Kemendag, Rabu (4/6).
Putu menuturkan sebelumnya telah ada perjanjian kerja sama (PKS) serupa dengan KPK, namun berakhir pada akhir 2024 lalu. Sehingga dilakukan evaluasi untuk kemudian diputuskan perjanjian ini akan diperpanjang.
Implementasi kerja sama antara Kemendag dan KPK sebelumnya adalah lahirnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penanganan Pelaporan Dugaan Pelanggaran Melalui Whistle Blowing System (WBS) di Lingkungan Kementerian Perdagangan.
Putu menjelaskan pelaporan melalui WBS ini, kerahasiaan data akan dijamin, baik data pelapor maupun data materi pelaporan.
“Jadi dari aturan ini menjamin bahwa pelapor itu aman dalam arti tidak akan apa namanya kena sanksi ataupun yang lainnya dan juga materi yang diadukan,” kata Putu di Kantor Kemendag, Rabu (4/6).
Selain itu, ada juga perlindungan terhadap pelapor dan sanksi terutama dalam berkarier bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan internal Kemendag. Sebab sistem WBS bisa digunakan untuk pelapor selain dari internal Kemendag.

Mengutip laman Kemendag, WBS merupakan aplikasi yang disediakan oleh Kemendag bagi siapa pun yang ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kemendag.
Unsur Pengaduan meliputi 5W1H yaitu What berupa perbuatan berindikasi pelanggaran yang diketahui, Where adalah di mana perbuatan tersebut dilakukan, When kapan perbuatan tersebut dilakukan, Who siapa saja yang terlibat dalam perbuatan tersebut, How bagaimana perbuatan tersebut dilakukan seperti modus kasus.
Deputi Bidang Informasi dan Data KPK, Eko Marjono, kemudian membeberkan data dari 5.000 pengaduan kasus korupsi yang dikantongi KPK sepanjang 2024, 1.600 pengaduan di antaranya berasal dari WBS.
“Ini menunjukkan bahwa WBS sudah menjadi salah satu media pelaporan yang favorit digunakan oleh masyarakat. Dan kemudian dapat disampaikan bahwa dari 1.600 tadi sekitar 30 persennya dapat diverifikasi dan dilakukan investigasi awal,” tutur Eko dalam kesempatan yang sama.