Saban Minggu, jalanan utama Jakarta bersalin rupa jadi ruang publik. Antrean panjang mobil, kesibukan halte-halte Trans Jakarta, hingga ratusan motor berubah jadi derap langkah pelari hingga derai tawa anak-anak.
Namun, ada satu yang tak berubah. Aroma kopi yang mengepul dari gerobak dorong, dan peluit parkir di sisi jalan.
Mereka adalah sosok-sosok yang jarang jadi pusat perhatian, tapi merekalah sisil lain dari keriaan Car Free Day (CFD); para pekerja jalanan, penjaga ritme kota di akhir pekan.
Salah satunya adalah Mbi (40), ia adalah juru parkir yang sehari-harinya menjaga kendaraan di belokan dekat Mall Grand Indonesia.
"Asli gua orang sini bang," ujarnya sembari menghisap rokok di sela-sela jari tengah dan telunjuknya saat ditemui di depan Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (3/8).
Tak ada keraguan dalam caranya berbicara; Inilah tanahnya, tempat ia tumbuh besar, hingga menaruh seluruh harapan.
Sehari-harinya, Mbi bekerja memarkir kendaraan. Kadang, ia juga mengamen. Semuanya dilakukan demi anak dan keluarga.
"Parkir gue, dulunya parkir tiap hari kan, karena anak-anak kesian kalo gue kaga kerja, jadi ye kan parkir," katanya.
Mbi sudah menikah, dan kini menghidupi tiga anak; dua kandung, satu tiri. Ia membawa serta istrinya, dan menambatkan hidup dari rupiah ke rupiah lain yang terkumpul dari orang-orang lalu lalang. Soal penghasilan, ia mantap bahwa pekerjaannya dapat menghidupkan keluarganya.
"Ya pokoknya Alhamdulillah lah penghasilan, pokoknya cukup, pokoknya Alhamdulillah. Tergantung bang, tergantung hari-nye keberuntungan kite-nye, kalo beruntung rejekinya bagus ya CFD bagus," ujar dia.
Mbi tak sembarang bekerja. Ia punya prinsip yang tak bisa dilanggarnya. Batas tegas halal-haram adalah patokan utamanya dalam menyambung hidup.
"Yang penting halal, yang penting intinye ga ngerugiin orang ye kan? Yang penting intinya ga ngejahatin orang ye gak?" katanya tegas, seolah ingin memastikan bahwa hidup yang ia jalani tetap bersih, meski penuh perjuangan.
Di waktu yang hampir sama, seorang perempuan dengan sepeda dan keranjang termos berdiri tak jauh darinya. Sri, perempuan kelahiran 1969, adalah penjaja kopi keliling legendaris. Wajahnya tegas, suaranya lantang, dan rokok tak pernah jauh dari bibirnya
"Kalau kita udah ngerokok itu tenaga kenceng, kalau belum ngerokok, loyo. Bener deh," ujarnya sembari tertawa lepas.
Baginya, rokok adal...