Hi!Pontianak - Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) mengajak masyarakat di Kalbar khususnya untuk melakukan pelestarian ekosistem terutama di daerah pesisir. Bahwa sebelum mengikuti Rakornas, Dirinya bersama Menteri LH dan Kapolri telah melaksanakan penanaman mangrove di Kabupaten Mempawah.
"Alhamdulillah di sana (Mempawah) untuk budidaya mangrove sudah menjadi perhatian dari beberapa tahun dan juga dari NGO serta berbagai CSR Badan Usaha maupun milik Negara yang ada di Kalimantan Barat berpartisipasi untuk penanaman mangrove," jelasnya, saat Rakor bersama Menteri Lingkungan Hidup (LH) di Aston Pontianak.
Dengan adanya penanaman mangrove di daerah pesisir atau pantai, itu merupakan upaya untuk menjaga pantai agar tidak terabrasi sehingga bisa hijau kembali kemudian membantu habitat-habitat untuk berkembang dengan baik.
"Mari kita jaga lingkungan kita agar lingkungan hijau kembali supaya ada peninggalan kita untuk anak cucu kita ke depan," ajak Norsan.
Norsan bilang jika di Kalbar sendiri memiliki kekayaan ekosistem mangrove yang luar biasa, dengan luas mencapai lebih dari 162 ribu hektare, tersebar di 7 kabupaten dan kota. Kabupaten Kubu Raya menjadi wilayah dengan tutupan mangrove terbesar, yaitu hampir 68 persen dari total provinsi.
"Tak hanya luas, mangrove kita juga kaya jenis terdapat 40 spesies, termasuk dua yang sangat langka di dunia: Bruguiera hainesii dan Kandelia candel. Ini adalah kebanggaan sekaligus tanggung jawab. Saat ini, masih terdapat lebih dari 14 ribu hektare lahan potensial untuk rehabilitasi mangrove. Ini adalah peluang besar untuk memperkuat ketahanan pesisir, meningkatkan kualitas lingkungan, dan membuka ruang bagi ekonomi hijau," terangnya.
Di balik potensi besar mangrove Kalbar ada tantangan yang dihadapkan pada area mangrove sering kali beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman, tambak, bahkan pelabuhan. Aktivitas pembangunan wilayah, budidaya ikan dan udang, serta penebangan berlebihan dan illegal logging untuk arang dan kayu bakar, telah menyebabkan kerusakan yang signifikan.
“Tantangan lainnya adalah lemahnya kelembagaan dan pengetahuan masyarakat dalam melaksanakan rehabilitasi. Di sisi lain, waktu penanaman mangrove sangat dipengaruhi oleh musim dan cuaca, sehingga perlu perencanaan yang matang, perlu pendekatan kolaboratif-antara pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, dan dunia usaha. Edukasi, penguatan kelembagaan, dan penegakan hukum harus berjalan beriringan dengan program rehabilitasi,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup /Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr. Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa selama lebih 17 tahun belum menyusun perencanaan pengelolaan mangrove nasional sehingga yang ada tekanan yang cukup besar dari habitat mangrove yang sangat penting.
"Hari ini kita minta kepada para dunia usaha, Pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama merumuskan bagaimana rencana perlindungan dan pengelolaan Mangrove itu mampu kita lakukan," pinta Hanif.
Disampaikannya, Indonesia saat ini memiliki 3,4 juta hektare yang merupakan lahan mangrove terbesar di dunia, karena di dunia memiliki 17,2 juta hektare dan 3,4 ada di Indonesia.
"Maka dari itu mari kita lakukan penanganan mangrove dengan sangat presisi, tidak ada lagi kegiatan-kegiatan yang boleh mengganggu dengan masif mangrove dan ekosistem mangrove yang kita miliki yang hampir berada di seluruh Provinsi Tanah Air kita," tutupnya.