Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang tidak mencabut hak politik terdakwa kasus korupsi mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri.
Putusan Majelis Hakim ini berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yang menginginkan Ita dan suaminya dikenakan hukuman tambahan pencabutan hak politik. Jaksa menuntut hak politik keduanya dicabut selama dua tahun setelah selesai menjalani hukuman penjara. Namun, tuntutan itu tidak dikabulkan Hakim.
"Terdakwa tidak perlu dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan seluruh atau sebagian hak tertentu atau sebagian keuntungan tertentu," ujar Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi saat membaca amar putusan, Rabu (27/8).
Hakim mempertimbangkan usia Ita dan Alwin yang sudah memasuki usia lansia menurut WHO. Saat ini Mbak Ita sudah berusia 59 tahun dan Alwin berumur 61 tahun.
Hakim juga menilai keduanya orang yang berpendidikan sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Sehingga Majelis Hakim berkeyakinan para terdakwa tidak akan mengulangi perbuatan yang tercela dan kejadian ini dapat dijadikan pembelajaran bagi para terdakwa," imbuh hakim Gatot.
Gatot juga menegaskan, vonis yang diberikan kepada Ita dan Alwin sudah memenuhi rasa keadilan dan kepatutan.
"Telah cukup dengan penghukuman dengan pidana pokok berupa pidana penjara, pidana denda, dan pidana tambahan," kata Hakim Gatot.
Ita divonis pidana 5 tahun penjara dalam kasus korupsi yang membelitnya. Sementara suaminya Alwin divonis 7 tahun penjara dalam kasus yang sama.
Vonis yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Tipikor lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya jaksa menuntut Ita dengan 6 tahun penjara dan suaminya Alwin 8 tahun penjara dalam kasus ini.
Keduanya secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama.
Mereka dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.