Setiap orang ingin tubuh yang bugar atau setidak-tidaknya memiliki kesehatan sepanjang mungkin seumur hidupnya. Namun kita cenderung mengambil pola perilaku yang berlawanan dari tujuan yang kita harapkan. Jika dibaca secara gamblang seperti ini, dengan mudah kita bisa menyimpulkan bahwa hal yang demikian adalah suatu keabsurdan.
Beginilah hidup sebagai manusia, sulit rasanya untuk tidak memunculkan kontradiksi di dalam diri. Ingin memiliki tubuh ideal, tetapi rajin makan mi instan pada tengah malam. Tidak ingin menambah berat badan, tetapi tak pernah olahraga dan lebih gemar mengunyah camilan.
Jelas deskripsi di atas bukan untuk membenarkan kontradiksi-kontradiksi yang sering kita munculkan. Hidup berpuluh tahun terlalu panjang untuk dijalani dengan hanya mengandai-andai sesuatu yang sebenarnya bisa kita lakukan dan berakhir pada penyesalan.
Kita perlu selalu mengingat bahwa segala hal selalu dimulai dari langkah kecil. Mendaki gunung setinggi ribuan meter pun selalu diawali dari satu langkah kecil, tapi terus menerus dilakukan sampai akhirnya sampai pada tujuan. Lelah, pasti. Sesekali ingin menyerah, ah! sangat manusiawi.
Kita hanya perlu tahu kapan perlu sejenak berhenti, beristirahat, untuk kemudian memulai kembali. Lagipula buat apa terburu-buru mengharapkan hasil instan? Bukankah kehidupan sebenarnya adalah tentang perjalanan itu sendiri? Lantas apa yang lebih melegakan dari menjalani kehidupan dengan terus melangkah ke arah tujuan yang selalu kita dambakan.
Sejak kita lahir, hampir seluruh kebiasaan yang kita lakukan selama ini adalah hasil praktik-praktik umum di lingkungan kita berada. Kita umumnya mengadopsi kebiasaan-kebiasaan tanpa pertimbangan hati-hati mengenai dampaknya pada masa depan.
Konsekuensi dari pola tanpa pertimbangan seperti itu adalah buruknya kualitas habitus yang kita adopsi ke dalam kehidupan sehari-hari. Tak ayal, itu yang kemudian dapat merusak diri kita sendiri pada berbagai lini.
Sebagai contoh, siapa yang pada awal sebelum memutuskan untuk mulai merokok melakukan riset terlebih dahulu, menimbang baik/buruk akibatnya, lalu kemudian berkeputusan bulat bahwa dirinya akan memulai merokok dan berkomitmen pada kebiasaan itu sampai berpuluh tahun kemudian? Saya sangat yakin tidak ada perokok yang melakukan hal demikian. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak menyehatkan umumnya diambil tanpa pikir panjang, sekadar coba-coba, atau hanya ikut-ikutan. Namun sayangnya, untuk berhenti darinya tak pernah semudah memulainya.
Sekarang mari kita tanyakan kepada diri sendiri, ada berapa kebiasaan kita yang benar-benar kita pilih dengan matang, bersifat menyehatkan, dan sampai sekarang masih kita lakukan? Jelas, makan martabak tengah malam bukanlah salah satunya.
Ibarat ada dua gelas kosong berlabel sehat dan tidak sehat, kita akan lebih mudah memasukkan “butir-butir” kebiasaan kita ke gelas berlabel tidak sehat, daripada ke gelas berlabel sehat. Sadari itu, lalu kemudian terima bahwa konsekuensi dari premis-premis itu adalah kondisi non-optimal yang menimbulkan keringkihan fisik maupun psikis. Bukan karena salah siapa-siapa, tapi akibat kita yang tak pernah seberusaha itu untuk kebaikan diri kita sendiri.
Kita tak perlu berbicara muluk-muluk tentang usaha besar yang melelahkan, karena bahkan untuk sekadar berhenti melihat layar ponsel demi mendapatkan tidur yang cukup pun kita seringkali enggan.
Kita terlalu tamak untuk melepaskan kenikmatan sesaat, meskipun itu demi kebaikan jangka panjang bagi diri kita sendiri. Kita seperti karakter di dalam video game Pac-Man yang tidak bisa berhenti memakan remah-remah yang ada di depan kita hanya untuk membuat kita menjadi terlalu besar.
Kita seperti manusia purba yang hidup di era canggihnya teknologi. Pada masa purba tak ada pertanian dan teknologi penyimpanan makanan yang memadai, manusia mesti lekas melahap makanan sebanyak-banyaknya dari hasil buruan dan buah yang mereka dapatkan, karena belum tentu selama 24 jam atau mungkin beberapa hari ke depan akan mendapat makanan lagi. Namun kini, di dalam tatanan yang lebih modern dengan teknologi penyimpanan makanan yang lebih mutakhir, insting itu seperti masih tertinggal.
Di era yang serba instan ini, kita perlu bergerak sebaliknya. Kita perlu memahami bahwa karakteristik kebiasaan yang sehat umumnya bersifat delayed-return. Satu kali olahraga angkat beban misalnya, tidak akan langsung memberikan hasil yang kita inginkan. Semua butuh proses,...