
GANOM manusia ternyata dipenuhi potongan DNA bernama retrotransposon, yaitu segmen genetik yang bisa berpindah posisi dari satu lokasi ke lokasi lain. Jika segmen ini aktif dan “terlepas”, sebagian di antaranya dapat merusak sel saraf serta memicu peradangan. Temuan ini, membuka peluang baru yang berpotensi menginspirasi lahirnya terapi, untuk penyakit neurodegeneratif.
Pada 2008, ahli neurovirologi Renée Douville menemukan hal janggal di otak pasien yang meninggal akibat gangguan pergerakan ALS, yakni adanya protein virus. Namun, pasien-pasien ini bukanlah penderita infeksi virus yang sudah dikenal. Sebaliknya, gen purba yang berasal dari virus dan telah lama “bersembunyi” dalam kromosom mereka, ternyata aktif kembali lalu mulai memproduksi protein virus tersebut.
DNA manusia menyimpan banyak jejak virus purba, peninggalan infeksi yang terjadi jutaan tahun lalu. Sebagian besar potongan DNA asing ini, berupa retrotransposon, yakni segmen genetik yang dapat menggandakan diri melalui perantara RNA. Jumlahnya mencapai lebih dari 40% dari keseluruhan DNA kita. Selain itu, terdapat pula sebagian kecil transposon DNA dengan mekanisme “potong-tempel”, yang turut membentuk kompleksitas kode genetik kita.
Sebagian besar retrotransposon, tampaknya tidak berbahaya dalam kondisi normal. Namun, Douville dan rekan-rekannya meneliti, kemungkinan bahwa beberapa retrotransposon yang aktif, kembali bisa menimbulkan kerusakan serius. Segmen genetik ini dapat merusak sel saraf dan memicu peradangan, serta berpotensi berperan dalam munculnya beberapa kasus penyakit Alzheimer dan ALS (amyotrophic lateral sclerosis, atau penyakit Lou Gehrig).
Penyakit Neurodegeneratif
Teori yang mengaitkan retrotransposon dengan penyakit neurodegeneratif, kondisi di mana sel-sel saraf menurun atau mati. Hal ini masih dalam tahap perkembangan, bahkan para peneliti lainnya, meskipun optimis namun tetap berhati-hati. Seperti yang dikatakan Josh Dubnau, seorang ahli neurobiologi di Renaissance School of Medicine, Stony Brook University, New York, "Ini belum menjadi pandangan yang disepakati." Selain itu, retrotransposon tidak dapat menjelaskan semua kasus neurodegenerasi.
Beberapa retrotransposon, masih bisa berpindah-pindah di dalam DNA manusia meski sudah ada sejak lama. Mereka melakukannya dengan menggandakan diri, menggunakan enzim reverse transcriptase, sama seperti beberapa virus. Misalnya HIV, menyalin RNA menjadi RNA. Setelah disalin, segmen ini bisa menempati lokasi baru pada kromosom.
“Kalau membayangkan genom yang dipenuhi gen retrovirus, beberapa di antaranya mampu berpindah-pindah di dalam genom, terasa menakutkan,” kata Douville dari Universitas Manitoba. Menariknya, beberapa retrotransposon juga mengambil peran bermanfaat, misalnya membantu pemeliharaan sel punca, perkembangan embrio, dan sistem saraf.
Para ilmuwan menduga adanya kaitan antara virus dan ALS, penyakit yang merusak neuron motorik. Awalnya, ditemukan enzim transkriptase balik dalam darah atau cairan tulang belakang beberapa pasien, tapi “tidak seorang pun dapat menemukan virus,” kata Dubnau. Kemudian, Douville dan timnya menemukan retrotransposon HERV-K di otak beberapa pasien, memperkuat dugaan gen pelompat ini berperan dalam ALS. (Live Science/Z-2)