Kang Acil: Seniman-Aktivis-Budayawan

7 hours ago 3
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 Seniman-Aktivis-Budayawan Eep Saefulloh Fatah(ISTIMEWA)

REFORMASI baru saja mulai bergulir dan sedang sangat bergemuruh. Kang Acil bersama sejumlah tokoh Urang Sunda di Bandung membuat seminar kurang lebih tentang masa depan ekonomi, hukum dan politik Indonesia. Saya datang untuk berbicara dari perspektif politik. Itulah perjumpaan personal pertama saya dengan Kang Acil alias Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah.

Kami baru pertama berjumpa. Tapi rasanya sudah saling mengenal sejak waktu yang sangat lama. Jika saya pikir-pikir sekarang, ada tiga sebab yang kemungkinan melatarinya.

Pertama, sejak usia sangat dini saya sudah mengenal nama besar Kang Acil sebagai bagian dari Bimbo — bersama Kang Sam, Kang Jaka dan Teh Iin. Kang Acil sudah berkiprah di dunia musik Tanah Air sejak 1966, sekitar setahun sebelum saya lahir. Artinya sepanjang hayat saya, suara Kang Acil (bersama Bimbo) diam-diam ikut mengepung gendang telinga saya. Wajar jika pertemuan pertama sudah seperti pertemuan yang kesekian. Kang Acil sudah hadir di hidup sejak 3 dekade sebelumnya.

Kedua, saat kami berjumpa pertama di 1998 itu, Kang Acil sudah bukan lagi seorang seniman, penampil di panggung, belaka. Sejak masa Orde Baru — terutama di masa senjakalaning Orde Baru — Kang Acil sudah tegas mentransformasikan dirinya menjadi aktivis dan budayawan.

Bagi Kang Acil, kesenian tak mungkin dan tak bisa lepas terpisah dari kehidupan. Suara seniman adalah suara zaman. Setiap seniman selayaknya menyuarakan keluh-kesah, keprihatinan, aspirasi, harapan tentang hidup dan perbaikan kehidupan.

Walhasil, saat baru pertama kali berjumpa saya sudah merasa satu frekuensi dengan Kang Acil. Sebelum dan sesudah seminar, kami ngwangkong (baca: ngobrol ngalor-ngidul) tentang banyak sekali persoalan dan tema keprihatinan. Saya jadi paham betapa Kang Acil peduli pada banyak isu mendasar dan bisa menduga bahwa ia tak akan tinggal diam. Dan dugaan saya benar belaka.

Ketiga, usia kami terpaut 23 tahun 9 bulan 24 hari. Saat bertemu dan ngobrol dalam bahasa Sunda, dengan serta merta saya merasa bertemu seorang Akang atau bahkan Mamang. Dan Kang Acil adalah Menak Sunda — dilihat dari nama belakangnya saja saya tahu bahwa ia lahir dari keluarga Bangsawan Sunda — yang tidak suka menuntut Urang Sunda lain menghormatinya berlebihan.

Saya pun tak perlu bicara dengan Kang Acil menggunakan unduk usuk basa — jenjang hierarki kebahasaan — yang membentangkan jarak. Sama halnya seperti Almarhum Kang Ajip Rosidi, Kang Acil tak terlalu menggubris kaidah berbahasa yang hierarkis. Ini jelas meruntuhkan dinding pemisah di antara kami. Saya yang jauh lebih muda seperti dipersilakan untuk 'sok akrab'. Tentu bukan sok akrab yang songong, melainkan yang tetap menjaga adab.

***

Selepas pertemuan pertama itu, di tengah gelombang demokratisasi yang mengharu biru Indonesia, berkali-kali saya ke Bandung. Dan hampir dalam setiap kunjungan itu saya berjumpa Kang Acil. Sebagian besar di dalam forum dan sebagian kecil sisanya sengaja membuat pertemuan pribadi. Bisa dibilang, selain pelukis-aktivis-budayawan Kang Herry Dim, Kang Acil adalah tokoh yang paling saya temui di Bandung pada masa-masa itu.

Sesekali saat Kang Acil di Jakarta, kami juga bersua. Tapi hanya sesekali. Dan semua perjumpaan itu makin menegaskan sosok Kang Acil. Ia bukan hanya sekadar seniman tetapi budayawan yang aktif. Ia sepaham dengan budayawan seperti Almarhum WS Rendra yang punya kredo bahwa kesenian harus hidup di tengah dan ikut menghidupi kehidupan.

Senjata utama Kang Acil bukanlah lagu atau nyanyian. Senjata utamanya adalah kepedulian.

Pada 22-25 Agustus 2001, Kang Ajip Rosidi, Kang Erry Hardjapamekas dan kawan-kawan menyelenggarakan Seminar Internasional Budaya Sunda. Ada banyak sekali ahli dari mancanegara yang didapuk menjadi pembicara utama dalam Seminar besar itu.

Agak jauh setelah seminar internasional itu lewat, dalam satu perjumpaan, Kang Acil nyeletuk, kira-kira: “Gelo! Bahaya euy. Loba aspek Kasundaan teh dikuasaina ku batur. Ku ahli-ahli ti nagara batur. Urang Sunda kudu dihudangkeun!” (Gila! Bahaya nih. Banyak aspek Kesundaan ternyata dikuasai oleh orang lain. Oleh ahli-ahli dari negara lain. Orang Sunda harus dibangunkan).

Kang Acil selalu peduli tentang Kesundaan. Tapi jangan keliru, ia tak menempatkan kepeduliannya secara sempit. Kepeduliannya bukan ekspresi primordial. Sejauh yang saya paham, area kerja kebudayaan Kang Acil sekaligus meliputi akar budaya tempatnya lahir san tumbuh (Sunda dan Kesundaan itu), Bangsa dan Tanah Airnya (dengan berikhtiar menjadi Warga Negara yang punya tanggung jawab) dan dunia yang semakin kompetitif dan penuh tantangan (sikap-sikap pro demokrasi dan tak gagap menghadapi kosmopolitanisme).

Dalam konteks itulah ia sangat aktif bersuara dan terlibat dalam ingar-bingar Pemilu 1999, pemilu pertama era Reformasi. Ia juga tak tinggal diam saat Indonesia bersiap menyelenggarakan Pemilu Presiden pertama di tahun 2004.

Di tengah persiapan Pemilu 2004, saya lupa tanggal persisnya, Forum Rektor mengadakan sebuah diskusi terbatas di Bandung. Saya dan almarhum Sarwono Kusumaatmadja menjadi narasumber. Kang Acil hadir dan aktif di forum ini.

Kang Acil termasuk orang yang percaya pada jalan demokrasi. Tapi lewat pembelajaran yang ia lakukan, saya lihat ia sadar benar pada 'cacat-cacat produk' yang diidap demokrasi; pada kelemahan-kelemahan dan ancaman yang melekati demokrasi.

Sejauh yang saya paham, Kang Acil suka mengingatkan pentingnya memperkuat daya tahan rakyat. Untuk menjaga diri agar kita selalu punya kesadaran. Untuk tak mudah percaya pada para pemegang kuasa. Untuk tak letih melakukan perbaikan. Untuk tak lelah mencintai Indonesia dan membuktikannya dengan perbuatan.


***

Sudah lama saya terputus komunikasi dengan Kang Acil. Sesekali saja bertukar sapa ala kadarnya. Saling bertanya kabar dan saling menyemangati.

Sudah lama juga saya dengar kesehatan Kang Acil turun-naik. Sejalan dengan usianya. Tapi tetap saja saya tersentak saat pagi tadi saya mendengar kabar bahwa pukul 22.22 WIB di hari pertama bulan September 2025, Kang Acil berpulang.

Usianya memang tak muda lagi. Ia pergi setelah menjalani 82 tahun 12 hari hidup yang penuh warna (20 Agustus 1943 - 1 September 2025). Bukan hanya penuh warna, saya berdoa, hidupnya juga berakhir dengan indah; husnul khotimah.

Saya yakin akan banyak sekali orang — baik yang mengenal Kang Acil secara pribadi maupun para penikmat dan pengagum Kang Acil dan Bimbo — yang berdoa untuk Kang Acil saat ini. Saya membayangkan, di tengah lautan doa ini, menyelinap dengan syahdu lagu Bimbo, Sajadah Panjang, yang syairnya ditulis Taufik Ismail.


Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati

Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini

Diselingi sekedar interupsi
Mencari rezeki, mencari ilmu
Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara azan
Kembali tersungkur hamba

Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan rukuk
Hamba sujud dan tak lepas kening hamba
Mengingat Dikau
Sepenuhnya.


Menjalani hidup dengan tekun mencari ilmu, mencari rezeki, mengukur jalanan seharian. Tersungkur mendengar panggilan azan, tunduk rukuk, bersujud dan mengingat Tuhan sepenuhnya. Insya Allah itulah gambaran perjalanan hidup Kang Acil.

Selamat jalan Kang. Insya Allah Indonesia pada akhirnya akan kembali baik-baik saja. Aamiin.

(Uma Sawo Bintaro, 02/09/2025)

Read Entire Article