
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,50 persen dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dijadwalkan besok, Rabu (18/6).
Sejumlah ekonom menilai kondisi global yang masih penuh ketidakpastian dan perlunya stabilitas rupiah menjadi pertimbangan utama BI untuk tidak mengubah suku bunga dalam waktu dekat.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan BI masih akan mempertahankan suku bunga pada bulan ini sambil mengawal efektivitas transmisi kebijakan moneter ke sektor riil.
Menurut dia, fokus BI saat ini adalah memastikan suku bunga pinjaman perbankan ikut merespons penurunan suku bunga kebijakan, sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
“Kami memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Juni 2025. BI diperkirakan akan fokus pada transmisi suku bunga kebijakan ke suku bunga pinjaman bank guna mendukung pertumbuhan ekonomi domestik,” ujar Josua kepada kumparan, Selasa (17/6).
Meski demikian, dia menilai ada peluang pemangkasan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan pelemahan pertumbuhan ekonomi global, inflasi yang tetap terkendali. Serta potensi penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (The Fed).

Selain itu, posisi eksternal Indonesia yang relatif kuat, termasuk defisit transaksi berjalan yang terkendali, dinilai mendukung ruang pelonggaran kebijakan moneter.
“Kami memperkirakan BI akan melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada kuartal III 2025, membawa suku bunga kebijakan menjadi 5,25 persen, dan mempertahankannya pada level tersebut hingga akhir tahun,” jelas Josua.
Senada dengan itu, Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga pada RDG bulan ini. Ia menilai tekanan global masih tinggi, meski pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam negeri menunjukkan perlambatan.
“Kami memperkirakan Bank Indonesia akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,50 persen karena kondisi global belum kondusif meskipun secara realitas kondisi pertumbuhan ekonomi domestik dan laju inflasi sedang melambat akhir-akhir ini,” ujar Myrdal.