Catatan Cak AT: Kunci Segala Pintu

2 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 Dok RUZKA INDONESIA) Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Kunci Segala Pintu. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NERWORK -- Saya betul-betul kaget ketika mendengar doa yang dipimpin Mufti Aimah Nurul Anam, anggota DPR dari PDIP, pada Rapat Paripurna DPR RI pekan lalu (Jumat, 15 Agustus 2025). Bayangkan, Mufti membuka doa bukan dengan bacaan yang standar-standar saja, melainkan dengan Shalawat Fatih.

Wah, ini menarik. Bayangan saya, doa di Paripurna di hadapan Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR Puan Maharani, hingga para petinggi negara, biasanya formal, kaku, dan mungkin hanya jadi “ritual” sebelum semua orang mulai cek HP masing-masing. Tapi Mufti memilih jalur agak “mistik” dengan membaca shalawatnya kaum Tarekat Tijaniyah.

Tarekat Tijaniyah ini didirikan oleh Syekh Ahmad at-Tijani (1737–1815) di Afrika Utara dan sudah lama tersebar luas hingga Asia, termasuk Indonesia.

Di dalam tarekat inilah Shalawat Fatih menjadi wirid utama, bahkan disebut sebagai “kunci segala pintu” untuk memperoleh kedekatan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Baca juga: Inilah Rekomendasi Senator Terkait Program Pemutihan Ijazah di Jakarta

Namun, teks asli Shalawat Fatih sendiri diyakini bukan ciptaan Ahmad at-Tijani, melainkan karya Syekh Muhammad Syamsuddin al-Bakri (w. 994 H/1586 M), ulama besar Mesir.

Ibaratnya, kalau al-Bakri jadi penulis partitur orkestra, maka at-Tijani adalah konduktor yang membuat Shalawat Fatih menggema ke seluruh dunia Islam.

Fenomena doa di DPR ini sekaligus membuka pertanyaan: mengapa Shalawat Fatih muncul di ruang politik paling tinggi negeri ini? Apakah shalawat itu bisa sekaligus menjadi fatih (pembuka) kebuntuan politik, jalan tol keadilan sosial, atau minimal pembuka dompet APBN yang sering tertutup rapat untuk kepentingan rakyat kecil?

Penelitian psikologi agama oleh Hood dkk. _(The Psychology of Religion, 2018)_ menunjukkan, bacaan doa repetitif dapat menurunkan tingkat stres, meningkatkan fokus, dan memberi rasa keterhubungan spiritual. Jadi secara saintifik, tak salah DPR mendengar Shalawat Fatih di sela-sela ribut soal pasal, proyek, atau kursi pimpinan.

Baca juga: Pertajam Kecerdasan Finansial, PLN Icon Plus Gelar Financial Wellbeing with Mandiri Group

Pertanyaan selanjutnya: apakah shalawat itu juga menurunkan kadar korupsi? Nah, ini butuh riset lanjutan —dan mungkin butuh Shalawat Fatih versi “audit investigatif”.

Penelitian Vincent Cornell (1998) dalam Realm of the Saint menunjukkan bagaimana shalawat ini diposisikan sebagai “channel langsung” menuju kedekatan dengan Nabi SAW, bahkan disebut melebihi pahala shalawat lain.

Nah, di sinilah kalangan sekuler memunculkan kritik: benarkah ada shalawat yang lebih unggul secara “point reward”? Apakah ini sistem gamifikasi spiritual, baca sekali dapat poin setara 600 ribu bacaan lain? Tentu saja bisa, asal Anda percaya.

Di Indonesia, Shalawat Fatih dipopulerkan bukan hanya sebagai bacaan dzikir, tapi juga kadang diniatkan sebagai “wasilah hajat”. Ada yang meyakini: baca 11 kali untuk rezeki, 41 kali untuk kesembuhan, 100 kali untuk naik level spiritual, dan 444 kali untuk “paket lengkap” dari utang lunas sampai usaha lancar.

Baca juga: Dukung Target Net Zero Emission 2060, Pertamina Salurkan SAF Produksi Dalam Negeri

Sebetulnya, shalawat apa pun dasarnya adalah doa kepada Allah agar menambah kemuliaan Nabi Muhammad SAW, dan dari situ kita berharap limpahan berkah. Tetapi ketika shalawat dibaca dengan niat lain —“baca 1000x malam Jumat, besok langsung bisa bayar utang tanpa usaha”— maka kita sedang menukar dzikir dengan paket data.

Penelitian Martin van Bruinessen (1992) tentang tarekat di Indonesia menunjukkan, wirid tertentu sering dilekatkan pada janji “manfaat praktis” karena masyarakat butuh imajinasi bahwa doa mereka berdampak langsung ke urusan perut dan dompet. Ini bukan sekadar tahayul, tapi refleksi ekonomi umat yang cemas dengan masa depan.

Kembali ke Paripurna DPR: Mufti Anam membaca Shalawat Fatih di hadapan para pejabat negara. Dari sisi simbolik, ini bisa positif: mengingatkan elite bahwa ada kekuatan spiritual di atas mereka. Tapi jangan lupa, doa bukan sarana mencuci dosa-dosa politik yang menyengsarakan dan menzalimi rakyat.

Kalau shalawat dipakai untuk memoles wajah lembaga yang penuh kasus, mulai dari membuat Undang-Undang omni yang ditentang rakyat hingga korupsi berjamaah, maka jadinya bukan Fatih (pembuka berkah) yang didapat, melainkan Fetish alias pemuasan simbolik belaka.

Baca juga: Mengubah Hidup dengan Filosofi Tiga Hal ala Elon Musk

Kita perlu refleksi: alih-alih hanya memperbanyak shalawat di panggung politik, lebih konstruktif jika semangat Shalawat Fatih —“pembuka yang tertutup”— juga diterjemahkan ke dalam kerja nyata. Jadi, selain pahala didapat dari shalawat, juga manfaat keberadaan mereka bagi rakyat.

Bukalah akses pendidikan bagi rakyat miskin. Bukalah kunci birokrasi yang menghambat UMKM. Bukalah pintu keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Kalau semua kebuntuan itu terbuka, barulah shalawat yang dibaca di Senayan terasa bermakna.

Walhasil, shalawat Fatih memang istimewa. Ia lahir dari tradisi tarekat yang mendunia, beredar di masyarakat, kini sampai ke ruang politik. Namun jangan sampai “rajanya shalawat” ini hanya jadi jargon spiritual tanpa dampak nyata.

Seperti kata pepatah Arab, al-du‘a bila ‘amal ka al-sahm bila qaws —doa tanpa usaha ibarat panah tanpa busur. Kita bisa membaca Shalawat Fatih seribu kali, tapi kalau RUU disusun hanya untuk oligarki, maka rakyat tetap tidak kebagian berkahnya.

Mungkin ke depan, yang kita butuhkan bukan hanya “Shalawat Fatih” di gedung DPR, tapi juga “Shalawat Fathanah” —pencerahan akal sehat agar kebijakan negara betul-betul berpihak pada kaum mustad'afin, orang-orang yang lemah dan yang dilemahkan. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 22/8/2025

Read Entire Article