REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal II 2025 mencapai 433,3 miliar dolar AS atau setara Rp 6.980 triliun (kurs Jisdor BI Rp 16.109 per dolar AS). Pertumbuhan ULN tercatat melambat menjadi 6,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan kuartal I 2025 yang tumbuh 6,4 persen.
“ULN Indonesia pada triwulan II 2025 tercatat sebesar 433,3 miliar dolar AS, atau secara tahunan tumbuh 6,1 persen (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2025 sebesar 6,4 persen,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).
Denny menjelaskan, perlambatan tersebut dipengaruhi oleh ULN swasta yang masih melanjutkan kontraksi dari kuartal sebelumnya.
Sementara itu, ULN pemerintah tetap terjaga. Posisi ULN pemerintah pada kuartal II 2025 tercatat sebesar 210,1 miliar dolar AS atau tumbuh 10 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan kuartal I 2025 yang tumbuh 7,6 persen.
Perkembangan ULN pemerintah terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
“Pemerintah terus berkomitmen untuk mengelola ULN secara cermat, terukur, dan akuntabel untuk mencapai pembiayaan yang efisien dan optimal. Sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN diarahkan untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN,” ujarnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah digunakan antara lain untuk mendukung jasa kesehatan dan kegiatan sosial (22,3 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (19 persen), jasa pendidikan (16,4 persen), konstruksi (11,9 persen), serta transportasi dan pergudangan (8,6 persen). ULN pemerintah tetap didominasi utang jangka panjang dengan porsi 99,9 persen dari total ULN pemerintah.
Adapun ULN swasta pada kuartal II 2025 tercatat sebesar 194,9 miliar dolar AS atau terkontraksi 0,7 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi 1 persen pada kuartal sebelumnya. Kontraksi tersebut bersumber dari ULN perusahaan nonkeuangan yang turun 1,4 persen, sementara ULN lembaga keuangan justru tumbuh 2,3 persen.
Sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan dan penggalian menjadi penyumbang terbesar ULN swasta, dengan pangsa 80,5 persen dari total ULN swasta. ULN swasta juga didominasi utang jangka panjang dengan porsi 76,7 persen.
“Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang tercatat 30,5 persen pada triwulan II 2025, lebih rendah dibandingkan 30,7 persen pada triwulan I 2025, serta didominasi ULN jangka panjang dengan porsi 85 persen dari total ULN,” jelas Denny.
Ia menambahkan, BI dan pemerintah akan terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN serta mengoptimalkan perannya untuk pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. “Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tutupnya.