Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi menggunakan mata uang lokal atau local currency transaction (LCT) dengan Jepang mencapai USD 5,1 miliar hingga Juli 2025.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut nilai tersebut menempatkan Jepang sebagai mitra terbesar kedua setelah China dalam skema LCT.
“Hari ini Bank Indonesia dan Menteri Keuangan Jepang sepakat untuk memperluas transaksi mata uang lokal, yang mana transaksi mata uang lokal Indonesia-Jepang sudah menjadi nomor dua setelah Tiongkok,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam High Level Campaign LCT & Launching QRIS Cross Border Indonesia-Jepang, di Jakarta, Senin (21/5).
Perry mengungkapkan, sebagian besar transaksi mata uang lokal dengan Jepang didorong oleh kegiatan ekspor-impor. Namun, BI ingin mendorong lebih jauh dengan menggabungkan transaksi mata uang lokal dengan pembayaran lintas batas digital.
“Inilah babak baru, yaitu transaksi mata uang lokal dan interkonektivitas lintas batas sistem pembayaran. Dan lebih dari itu, juga terhubung dengan pasar uang dan transaksi keuangan. Bayangkan saja.
Melalui skema ini, Perry menyebut transaksi rupiah dan yen ke depan tak hanya akan memfasilitasi perdagangan dan investasi, tapi juga bisa digunakan untuk membeli obligasi pemerintah seperti instrumen seperti SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) atau surat berharga pendapatan tetap lainnya melalui mobile banking.
“Saya menantang Anda semua, dari APUVINDO dan ASPI, untuk segera bekerja sama agar rekening yen tersebut dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah dan pasar sekunder ritel. Beli ritel menggunakan mobile banking yang terhubung ke lintas batas,” ungkapnya.
Perry menambahkan, penguatan kerja sama melalui LCT dan pembayaran lintas batas diharapkan tak hanya mendorong perdagangan dan investasi, tapi juga membuka peluang bagi UMKM serta pendalaman pasar keuangan Indonesia.
Menurutnya, inisiatif ini juga akan membantu menekan biaya transaksi, menjaga stabilitas nilai tukar, sekaligus memperkuat ketahanan sistem keuangan ke depan.
“Ini merupakan strategi manajemen risiko, termasuk diversifikasi mata uang serta pendalaman pasar keuangan,” tuturnya.