
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Nezar Patria, menegaskan bahwa Indonesia sedang berada di momen kritis dalam merespons perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), yang mana hal itu perlu diatur dalam regulasi khusus.
Komdigi terus mendorong upaya untuk membuat kebijakan soal AI. Terkini, Komdigi sedang menyiapkan rancangan peta jalan (roadmap) terkait penggunaan AI di Indonesia, yang akan memasuki tahap uji publik pada Agustus 2025, sebelum diserahkan untuk harmonisasi pada September 2025.
“Kita sedang berada di momen yang sangat kritikal dalam pengaturan soal AI, dan saya kira itu juga terjadi di tingkat global,” ujar Nezar, dalam acara peluncuran laporan AI Policy Dialogue Country Report di Kantor Komdigi, Jakarta, Senin (28/7).
AI Policy Dialogue Country Report merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Inggris untuk menyusun kajian mengenai lanskap adopsi AI di Indonesia. Laporan ini memetakan building blocks yang diperlukan, use cases, tantangan, dan implikasi pemanfaatan AI di enam sektor kunci.
Laporan itu disusun bersama lembaga riset Think Policy dengan melibatkan pelaku industri, akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil. Perwakilan Think Policy menegaskan bahwa diskusi-diskusi yang dilakukan telah mengidentifikasi tantangan adopsi AI, termasuk tingginya biaya upskilling, dan perlunya inisiatif yang menjadikan AI sebagai public goods.

Nezar menegaskan, hasil laporan ini akan menjadi salah satu dasar penyusunan kebijakan AI nasional yang selaras dengan visi transformasi digital Indonesia 2045. Isinya menjadi masukan penting bagi pemerintah untuk menyusun regulasi AI dan peta jalan pengembangan AI nasional.
“Kita sedang merumuskan peraturan presiden untuk perkembangan dan pemanfaatan AI. Dan dokumen ini salah satu masukan yang penting,” katanya.
Menurut Nezar, penyusunan regulasi dilakukan dengan prinsip keseimbangan antara mendorong inovasi dan meminimalkan risiko.
“Peran pemerintah selain mempercepat perumusan regulasi yang mendorong inovasi, kita juga menjaga agar risiko-risiko pengembangan AI ini seminimal mungkin. Kita tidak perlu meregulasi secara berat, tapi juga tidak mau terlalu kurang,” ujarnya.
Komdigi telah melihat adopsi AI yang terjadi di berbagai sektor, namun ekosistem pengembangannya masih perlu diperkuat.
“Industri AI itu harus tumbuh. Termasuk pengembangan infrastruktur AI, jumlah data center yang AI ready, serta peningkatan dana riset dan pengembangan (R&D) yang ditargetkan naik hingga 1% dari PDB,” tuturnya.
Perwakilan Kedutaan Besar Inggris, Samuel Hayes, mengatakan pihaknya berharap laporan ini menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia dalam menetapkan regulasi yang seimbang. Dia berharap aturan yang dibuat itu harus bisa melindungi, sekaligus memastikan inovasi AI berkembang. Samuel juga menyoroti risiko deepfake dan disinformasi yang semakin sulit dibedakan dari kenyataan.
“Di Inggris, jika Anda ditemukan membuat deepfake seksual, maka Anda bisa dipenjara,” ujarnya.