“Pada industri pinjaman daring atau pindar, outstanding pembiayaan di Juni 2025 tumbuh 25,06 persen yoy dengan nominal sebesar Rp 83,52 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman dalam konferensi pers, Senin (4/8).
Agusman menjelaskan, angka ini mencerminkan tingginya permintaan masyarakat terhadap layanan pinjaman daring di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Meski demikian, OJK juga mencatat bahwa tingkat risiko kredit masih relatif terjaga.
“Tingkat risiko kredit secara agregat atau dikenal dengan TWP90 berada di posisi 2,85 persen,” ungkapnya.
Tak hanya pinjol, pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) juga mengalami lonjakan signifikan. Pada periode yang sama, pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan naik 56,26 persen secara tahunan menjadi Rp 8,56 triliun. Namun, peningkatan ini diiringi dengan tingkat kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) yang juga cukup tinggi.
“NPF Gross sebesar 3,25 persen,” kata Agusman.
Sebagai bentuk pengawasan, OJK telah menjatuhkan sejumlah sanksi administratif sepanjang Juli 2025. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku industri terhadap regulasi yang berlaku serta untuk melindungi konsumen.
“Selama bulan Juli 2025, OJK telah mengenakan sanksi administratif antara lain kepada 19 perusahaan pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura, dan 30 penyelenggara pinjaman daring atas pelanggaran yang dilakukan terhadap OJK yang berlaku maupun sebagai hasil pengawasan dan atau tindak lanjut pemeriksaan,” ungkap Agusman.
OJK juga menyoroti kepatuhan pelaku usaha terhadap kewajiban ekuitas minimum. Hingga saat ini, masih ada beberapa entitas yang belum memenuhi ketentuan modal dasar. Di sektor perusahaan pembiayaan, tercatat ada 4 dari 145 perusahaan yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp 100 miliar. Sementara di sektor pinjol, 11 dari 96 penyelenggara belum memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp 12,5 miliar.
“Sebanyak 5 dari 11 penyelenggara pinjaman daring tersebut sedang dalam proses analisis atas permohonan peningkatan modal di sektor,” terang Agusman.
Untuk mengatasi hal ini, OJK tengah mendorong strategi peningkatan modal melalui berbagai sumber, baik dari pemegang saham maupun investor strategis lokal dan asing. OJK juga membuka kemungkinan pengembalian izin usaha jika tidak ada perbaikan signifikan.
“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan action plan supaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud, baik berupa ejeksi modal dari pemegang saham maupun dari strategic investor lokal atau asing yang kredibel termasuk opsi pengembalian izin usaha,” jelasnya.