REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Tangan-tangan terampil pengrajin asal Boyolali kembali unjuk gigi di kancah internasional. Sebuah piala megah hasil kolaborasi antara desainer Indonesia dan UMKM lokal kini menjadi simbol kemenangan dalam ajang bergengsi World Nishikigoi Club (WNC) di Hiroshima, Jepang.
Trofi ini merupakan inisiatif dari Hartono Soekwanto, sosok ternama di dunia perkoian Indonesia, yang bangga membawa mahakarya anak bangsa ke panggung dunia. "Piala ini dibuat oleh pengrajin UMKM Boyolali, finishing-nya di Cijerah kota Bandung, didesain oleh Pak Heri, lulusan ITB. Ini handmade, dan sangat dihargai oleh teman-teman di Jepang,” ujar Hartono, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, yang membuat trofi ini semakin istimewa adalah penggunaan material tembaga dan kuningan yang dilapisi emas 24 karat. Sehingga, menjadikannya piala pertama di dunia koi yang menggunakan emas. Desainnya sendiri terinspirasi dari Piala Dunia, menunjukkan tekad Indonesia untuk bersaing di level global.
"Jadi trofi ini membuat kompetisi Koi yang dilaksanakan di Hiroshima itu naik level. Menjadi terbaik di dunia,” kata Hartono.
Di balik keindahan trofi ini ada Heri Pujianto, desainer dan pengrajin asal Boyolali. Baginya, desain bukan sekadar visual, melainkan juga harus memiliki makna. Desain trofi ini, jelas Heri, terinspirasi dari unsur air dan sepasang ikan. "Spiritnya breeding, berkembang biak, untuk orang banyak. Filosofinya memang diarahkan ke sana," kata Heri.
Heri juga menekankan bahwa pengerjaan trofi ini 100 persen handmade dengan teknik tempa, bukan cetak pabrik, yang membuat nilai seninya jauh lebih tinggi. "Campur tangan manusianya banyak, pekerjanya juga banyak, dan tentu butuh rasa," katanya.
Proses pembuatan satu piala membutuhkan waktu hingga tiga bulan, mulai dari diskusi desain hingga tahap akhir. Meskipun Heri tidak menyebutkan nominal pasti, nilai satu piala ini diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Prestasi ini, bukan lah yang pertama. Sejak 2012, trofi buatan pengrajin Indonesia sudah digunakan di berbagai ajang koi internasional dan terbukti awet. Bahkan, tahun lalu, sebanyak 620 trofi dikirim dari Indonesia ke Jepang.
"Dulu kita belajar dari Jepang soal bikin trofi. Sekarang justru Jepang pakai trofi buatan kita. Ini luar biasa,” kata Hartono penuh bangga.
Kisah ini membuktikan bahwa kolaborasi antara kreator lokal, UMKM, dan tokoh penggerak hobi bisa menghasilkan karya yang tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga membanggakan secara nasional.