
RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Praktik korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi masalah serius dan kompleks. Walaupun berbagai upaya untuk pemberantasan telah dilakukan, masyarakat masih menyaksikan bagaimana korupsi dilakukan secara terbuka dan seperti tidak malu-malu.
Praktik menggerogoti uang negara ini bukan hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan juga di lembaga legislatif dan yudikatif.
Akibatnya salah satu lembaga internasional seperti Transparency International menyebutkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index/CPI) Indonesia begitu mengkhawatirkan.
Secara global, Indonesia menduduki peringkat 115 dari 180 negara yang menunjukkan persepsi publik terhadap korupsi begitu buruk.
Dengan kondisi seperti itu maka tidak heran apabila bahaya korupsi di Indonesia akan terus mengganggu pertumbuhan ekonomi karena adanya biaya tinggi, mengurangi kepercayaan kepada institusi negara, memperlebar jurang ketimpangan sosial dan berpotensi menimbulkan instabilitas politik.
Sebagai upaya untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi melalui gerakan antikorupsi yang melibatkan publik, khususnya masyarakat sipil, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) berkolaborasi dengan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah untuk mengadakan workshop bertema “Gerakan Antikorupsi: Perspektif Ilmu Sosial dan Politik” di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, Depok, pada Senin (11/08/2025).
Baca juga: Peringati HKAN, 2.500 Liter Eco Enzyme Diguyurkan ke Situ Pedongkelan
Kedua lembaga ini menyoroti bahwa korupsi di Indonesia telah berakar dalam pola budaya, struktur politik, dan praktik birokrasi, sehingga pemberantasannya harus dimulai dari hulu.
Workshop ini di ikuti oleh dosen FISIP UI dan perwakilan LHKP PP Muhammadiyah. Narasumber pada workshop ini, yaitu Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto (Dekan FISIP UI dan Guru Besar Antropologi UI) dan Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. (Ketua PP Muhammadiyah sekaligus Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers).
Prof. Aji, menjelaskan bahwa budaya adalah pola makna yang diwariskan lintas generasi. Dalam konteks Indonesia, praktik korupsi kerap menjadi perilaku ritual yang memiliki “script” informal tentang: bagaimana memberi, siapa yang menerima, dan kapan aman dilakukan.
Baca juga: Jasjus Rasa Kelapa Muda Jadi Solusi Praktis Saat Cuaca Panas
Ia juga menegaskan, bahasa dan humor publik yang menertawakan atau meremehkan korupsi dapat memperkuat toleransi sosial terhadap perilaku ini.
Busyro mengatakan, merujuk kepada Teori Klitgaard dan memformulasikan korupsi dalam konteks Indonesia modern, dengan tambahan faktor baru berupa dinasti nepotisme dan menambahkan, “Di Era Jokowi, lebih parah. Private sector masuk birokrasi negara.
Dosen Sosiologi, Dr. Muthia Ghani, menambahkan fenomena korupsi digital, “Korupsi model baru, crypto, tantangan kita bersama. Sebenarnya, mereka lama-lama bisa bikin jaringan baru.”
Baca juga: Peringati Hari Kemerdekaan ke-80 RI, Dinkes Depok Gelar Pemeriksaan USG Abdomen Gratis
Prof. Aji menawarkan solusi inovatif lain yaitu strategi anti-korupsi berbasis kearifan lokal dengan pendekatan berupa mengubah “skrip budaya” serta pendidikan publik anti-korupsi berbasis cerita lokal dan simbol budaya.
“Bagaimana budaya toleran terhadap korupsi bisa distop? Instrumen kultural akan lebih efektif jika dibangun lebih awal (PAUD).”
Guru Besar Kriminolog, Prof. Dr. Muhammad Mustofa, menyarankan agar dicari solusi yang lebih mendasar. “Diawali dengan penanaman nilai dan norma anti-korupsi.
Harus ditanamkan dan diajarkan. Muhammadiyah punya posisi strategis dalam lembaga pendidikan. Seperti, hidden curriculum, upaya menyelipkan pesan-pesan anti korupsi ketika mengajar. Itu sosialisasi.”
Baca juga: PT Tirta Asasta Depok Lakukan Real Demand Survey, Wujudkan Layanan Air Bersih Lebih Merata
Busyro mengakhiri paparannya dengan menyeru pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pola sinergi antara perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, pemda, DPRD, dan KPK, yang dimulai dari riset sosial, rekomendasi hingga tim pendampingan kebijakan.
Kedua lembaga ini berkomitmen berkolaborasi mendukung gerakan antikorupsi demi mendorong masyarakat adil, transparan, dan berintegritas.
Workshop ini bertujuan untukmenghasilkan perspektif yang lebih komprehensif dari aspek sosial dan politik mengenai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang memiliki otoritas dalam pengambilan kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia. (***)