
Menteri Perdagangan (Mendag) RI 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mengaku kerap menerima ancaman secara tidak langsung karena berbeda pilihan politik dengan penguasa.
Hal itu disampaikan Tom saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7).
Dalam keterangannya, Tom menceritakan bahwa ancaman secara tidak langsung itu disampaikan oleh orang yang berada di pemerintahan maupun di dalam lingkaran pemerintahan jika dirinya berseberangan pilihan politik.
"Saya akan mengatakan tidak ada ancaman langsung, tapi sudah banyak ancaman tidak langsung oleh orang-orang yang berada dalam pemerintahan maupun orang-orang yang dekat dengan pemerintahan, bahwa akan membawa konsekuensi termasuk potensi konsekuensi hukum apabila saya memilih sebuah posisi yang berseberangan dengan penguasa," kata Tom dalam persidangan, Selasa (1/7).
Perbedaan pilihan politik itu pun mengundang pertanyaan dari sejumlah tokoh Muhammadiyah usai Tom bergabung dalam tim kampanye salah satu Capres-Cawapres pada Pilpres 2024 lalu.
Adapun Tom merupakan Co-captain Timnas AMIN—tim kampanye Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar—dalam Pilpres 2024 lalu. Anies-Muhaimin melawan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang didukung oleh Presiden saat itu, Joko Widodo.
Meski berbeda pilihan politik dan kerap mendapat ancaman secara tidak langsung, Tom menekankan siap untuk dipenjara, bahkan dibunuh.

"Karena itu di awal-awal kampanye, waktu saya sudah bergabung ke tim kampanye nasional pasangan Capres-Cawapres tersebut di suatu acara, tokoh-tokoh Muhammadiyah, saya ditanya, kok saya berani untuk berseberangan dengan penguasa?" ucap Tom.
"Dan saya menyampaikan kepada segenap hati kepada hadirin, tokoh-tokoh Muhammadiyah dari seluruh Indonesia, bahwa saya merasa dalam hidup saya sudah diberikan terlalu banyak rezeki, sehingga untuk perjuangan ini saya siap untuk dipenjara, siap untuk disiksa, dan bahkan siap untuk dibunuh," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Tom menyatakan tetap kecewa dengan kondisi perpolitikan Indonesia. Hanya karena berbeda pandangan dengan penguasa, dirinya kini justru duduk di kursi pesakitan.
"Jadi, ekspektasi saya sudah saya sesuaikan meskipun saya tetap shock dan tetap kecewa. Secara rasional saya mengetahui bahwa arah perkembangan sistem perpolitikan kita memang sudah seperti itu," tuturnya.

Lebih lanjut, Tom juga menceritakan tidak pernah membayangkan dirinya berada dalam posisi sebagai terdakwa kasus korupsi.
"Tentunya saya tidak pernah membayangkan diri saya sendiri akan dalam situasi seperti ini, tapi mengikuti dan mengamati perkembangan kondisi politik maupun kondisi hukum di negeri kita, tentunya saya tidak sepenuhnya kaget, tidak sepenuhnya heran atas kejadian ini yaitu saya ditersangkakan," imbuh dia.
Kasus Importasi Gula
Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578,1 miliar. Merujuk pada perhitungan dari BPKP.
Pihak Tom Lembong Bantah Dakwaan
Pihak Tom Lembong membantah dakwaan korupsi yang disusun jaksa. Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menilai kliennya dipaksa bertanggung jawab oleh jaksa.
"Bahkan dalam dakwaan, terdakwa Thomas Trikasih Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain," kata Ari Yusuf saat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3) lalu.
"Hal ini menunjukkan jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in persona dalam perkara ini," imbuhnya.
Ari menyebut, kasus korupsi yang menjerat kliennya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh Kejaksaan Agung.
"Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor, sebagaimana lex specialis," ungkapnya.
"Tetapi, terkait dengan undang-undang yang lain yang bukan menjadi kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadilinya," pungkas dia.