
Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons pernyataan mantan Mendag, Tom Lembong, yang mengaku dibidik dalam kasus korupsi importasi gula usai bergabung dalam salah satu tim kampanye paslon pada Pilpres 2024.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan apa yang dilakukan pihaknya terhadap Tom murni merupakan upaya penegakan hukum.
"Penegakan hukum yang kami lakukan murni kepentingan hukum bukan kepentingan politik," ujar Harli saat dikonfirmasi, Selasa (1/7).
Adapun pengakuan Tom itu disampaikan saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/7).
Dalam Pilpres 2024 lalu, Tom merupakan Co-captain Timnas AMIN—tim kampanye Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Setelah resmi bergabung mendukung Anies-Muhaimin, Tom mengaku diberi tahu bahwa Kejagung membidiknya dalam kasus dugaan korupsi importasi gula Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Setelah saya resmi bergabung sebagai salah satu tim kampanye nasional sebuah pasangan Capres-Cawapres yang berseberangan dengan penguasa, bahwa Kejaksaan sedang membidik sebuah kasus terhadap saya terkait importasi gula," ujar Tom Lembong dalam persidangan, Selasa (1/7).
"Dan saya diberi tahu bahwa Sprindik [surat perintah penyidikan] sudah terbit, dan bahwa kasus tersebut sudah dalam tahap penyidikan," jelas dia.
Tak hanya itu, selama masa kampanye Pilpres 2024 hingga setelahnya, Tom juga mengaku mendapat kabar bahwa Kejagung terus menargetnya untuk dijerat tersangka.
"Dan baik selama masa kampanye Pilpres 2024, maupun setelahnya, saya mendapat kabar secara berkala bahwa Kejaksaan terus membidik kasus terhadap saya terkait importasi gula," paparnya.

Kasus Importasi Gula
Dalam perkara ini, Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.
Menurut jaksa, Tom Lembong menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Persetujuan impor itu diberikan kepada sepuluh perusahaan gula swasta, yakni PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Jaksa menyebut total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin itu disebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga/operasi pasar. Selain itu, menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kedua hal tersebut telah merugikan negara senilai Rp 515 miliar. Angka ini menjadi bagian kerugian negara yang berdasarkan audit nilainya mencapai Rp 578,1 miliar.
Selain itu, Tom juga disebut memberikan izin kepada PT Angels Products untuk mengimpor GKM dan mengolahnya menjadi GKP. Padahal, saat itu stok GKP dalam negeri mencukupi.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut tidak mengendalikan distribusi gula tersebut. Di mana, distribusi gula itu seharusnya dilakukan melalui operasi pasar.
Jaksa menyebut kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578,1 miliar. Merujuk pada perhitungan dari BPKP.
Pihak Tom Lembong membantah dakwaan korupsi yang disusun jaksa. Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menilai kliennya dipaksa bertanggung jawab oleh jaksa.