REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA – Pemerintah resmi meluaskan struktur Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan merencanakan pendirian enam markas termasuk di Mimika, Papua Tengah. Bagaimana pandangan pihak di Papua terkait rencana tersebut?
Tokoh adat dan pegiat HAM Papua, Theo Hesegem menyatakan, informasi soal rencana itu belum sampai secara mendetail pada pihak-pihak di Papua. Para wakil rakyat dari Papua juga belum menyampaikan soal perkembangan tersebut.
Hal itu ia sayangkan. “Sebenarnya kita tidak tahu apakah itu ada kesepakatan dengan perwakilan orang Papua yang duduk di kenegaraan atau tidak,” kata Theo kepada Republika, ketika dihubungi, Selasa (12/8/2025).
Ia menuturkan, kesepakatan dengan warga asli Papua ini penting agar tak muncul konflik tambahan di masa datang. “Di Timika itu di mana mereka mau tempatkan markasnya? Itu tanah adat semuanya,” kata Theo.
Selain pemilihan lahan, bakal ada persoalan ganti rugi yang bila tak tercapai kesepakatan bisa memicu penolakan dan unjuk rasa. “Dan itu bisa timbul korban. Ini soal masyarakat sudah dipikir belum? Kita butuh pertimbangan supaya masyarakat sipil tidak jadi korban baik fisik maupun alamnya.”
Menurutnya, pendirian markas Kopassus di Mimika mungkin dinilai pemerintah bisa menimbulkan kenyamanan baik masyarakat sipil. “Tapi sebaliknya, menurut saya. Itu nanti akan tambah konflik dan konfliknya bisa meluas. Sampai sekarang ini hanya kodam satu saja terlalu banyak apalagi ada penambahan-penambahan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan soal pemekaran Provinsi Papua yang dulu dilakukan pusat secara sepihak dengan klaim untuk menyebar kesejahteraan dan keamanan bagi warga Papua. “Tapi penembakan terus terjadi, kerusuhan terus terjadi. Artinya bahwa ada masalah masalah yang belum beres harus diselesaikan pemerintah dengan masyarakat Papua.”
Ia menekankan, sebelum melakukan langkah-langkah di Papua, pemerintah pusat ada baiknya melakukan dialog dengan elemen-elemen di Papua. “Mengapa Presiden tidak mau orang Papua duduk berdialog? Jika Papua dianggap rawan konflik harus duduk bicara tanya orang Papua bagaimana penyelesaiannya.”
Menurutnya, penempatan Kopassus di Mimika sejauh ini bukan kebutuhan warga sipil di Papua. “Bagi orang Papua itu menjadi bukan kebutuhan, itu bukan kebutuhan masyarakat sipil di Papua. Papua aman dan tidak itu kembali kepada dialog. Bagaimana pemerintah tidak mampu duduk dengan orang Papua, tanya kebutuhan kalian itu apa?”
Dengan langkah yang hanya dipikirkan sepihak oleh Jakarta, ia mengkhawatirkan konflik di Papua tak berkesudahan. "Masyarakat asli papua korban terus, warga pendatang korban terus, TNI korban terus."