Presiden Prabowo Subianto terus berupaya agar Indonesia bisa mencapai swasembada pangan, termasuk swasembada gula. Hanya saja produksi gula dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan nasional.
Deputi Bidang Koordinasi Usaha dan Pertanian Kemenko Bidang Pangan, Widiastuti, mengatakan kebutuhan gula nasional setiap tahunnya mengalami peningkatan, gula konsumsi naik 2-3 persen per tahun dan gula produksi meningkat 5-6 persen per tahun.
“Kalau untuk kebutuhan nasional mencapai 6,5 juta ton, baik untuk kebutuhan konsumsi, industri dari kawasan berikat,” tutur Widiastuti dalam gelaran Seminar Ekosistem Gula Nasional di Kuningan, Jakarta, Rabu (27/8).
Widiastuti juga mengakui saat ini produksi gula nasional masih belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebab angkanya baru mencapai 2,46 juta ton.
Dengan demikian untuk menutupi kebutuhan konsumsi gula nasional, pemerintah tetap harus melakukan importasi dalam bentuk raw sugar atau gula rafinasi yang biasa digunakan untuk industri.
“Rata-rata (produksi gula) di Indonesia 2.465.739 ton, dan untuk mencukupi kebutuhan nasional, ini dari perhitungan ini masih adanya impor dari raw sugar,” jelasnya.
Lebih lanjut Widiastuti menjelaskan hambatan yang dihadapi dalam peningkatan produksi gula nasional untuk mengejar swasembada gula, salah satunya penyediaan lahan untuk perluasan tanaman tebu dan pembangunan pabrik.
Menurut dia penyediaan lahan untuk perluasan tanaman tebu dan pembangunan pabrik menjadi isu utama dalam peningkatan produksi gula nasional. Selain itu ada juga masalah harga gula penyerapan dari petani.
Permasalahan ini kemudian diselesaikan dengan penetapan Harga Acuan Pembelian (HAP) oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui Peraturan Bapanas (Perbadan) 12/2024.
“HAP di produsen sebesar Rp 14.500 per kg dan di konsumen dengan rentang Rp 17.500 hingga Rp 18.500 per kg sesuai wilayah atau regional, menjadi acuan kewajaran pedagang melepaskan gula Rp 13.000 (per kg),” tuturnya.
Selain itu permasalahan lain adalah adanya molase atau tetes tebu yang tidak terserap oleh pasar akibat adanya Peraturan Menteri Perdagangan 16/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Molase atau tetes tebu merupakan cairan kental berwarna cokelat tua yang dihasilkan dari sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Biasanya digunakan untuk pembuatan etanol, alkohol, asam sitrat, dan MSG.
Dalam beleid tersebut pemerintah menghapus larangan terbatas berupa Persetujuan Impor (PI) bagi bahan bakar lain, bahan bakar, dan campuran bahan bakar. Hal ini diatur dalam Pasal 93 poin C angka 4 dan 6.
“Dan molase di pabrik gula yang tidak terserap oleh pasar dan dampak dari adanya peraturan Permendag 16/2025,” tutupnya.