Dalam paparannya, Bahlil menyebut total produksi sebanyak 238 juta ton digunakan untuk ekspor, 104,6 juta ton untuk keperluan Domestik Market Obligation (DMO), sedangkan sekitar 15 juta ton tercatat sebagai stok.
“Target produksi batu bara pada 2025, berdasarkan RKAB, target itu 736,67 juta ton. Target ya,” kata Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (11/8).
Menurutnya, harga batu bara saat ini sedang turun 25 persen hingga 30 persen imbas pasokan dan permintaan yang tidak seimbang. Bahlil merinci, total pasokan batu bara yang diperdagangkan secara global kurang lebih sekitar 1,3 miliar ton, sedangkan kebutuhan batu bara dunia mencapai 8,9 miliar ton. Kemudian berdasarkan data 2024, Indonesia melakukan ekspor sekitar 600 hingga 650 juta ton.
“Ini gara-gara apa? RKAB 3 tahun. Akhirnya sekarang harga turun, kita enggak bisa mengandalkan. Ini kan bicara bisnisnya, bicara suplai yang di mana. Dari 739,7 juta ton itu, sekarang yang baru berproduksi 357,6 (juta) ton,” tambah Bahlil.
Karena kondisi tersebut, pemerintah menata ulang keseimbangan pasokan dan permintaan batu bara melalui revisi RKAB guna menjaga stabilitas, yang kini diberlakukan setiap satu tahun sekali.
“Agak lucu memang, Indonesia sebagai eksportir batu bara 45 persen terhadap dunia. Nah, sekarang begitu harga turun, kita enggak bisa bikin apa-apa,” tutur Bahlil.