REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina Patra Niaga kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung keberlanjutan dan ketahanan pangan lokal. Melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Hasanuddin, perusahaan bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) menginisiasi program pemanfaatan limbah makanan dari Program Makan Bergizi Gratis sebagai pakan alternatif untuk peternakan masyarakat. Inisiatif ini mengusung konsep ekonomi sirkular berbasis komunitas yang terintegrasi dengan pemberdayaan masyarakat.
Limbah organik yang dihasilkan dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kini dimanfaatkan, bukan lagi menjadi sisa buangan yang mencemari lingkungan. Tiga SPPG yang terlibat dalam program ini adalah SPPG Mandai Bontoa 1, SPPG Mandai Bontoa 2, dan SPPG Biringkanaya Bakung 1. Setiap hari, 100–150 kilogram limbah dapur dipilah, ditimbang, lalu diangkut oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Baji Mangngai ke peternakan bebek milik Kelompok Laleng Kassie di Dusun Tamarunang, Desa Baji Mangngai, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros.
Kelompok ini, yang telah bermitra dengan Pertamina Patra Niaga sejak 2021, mendapat pendampingan berkelanjutan melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan. Mereka menjadi contoh sukses pemanfaatan limbah organik untuk usaha peternakan berkelanjutan.
“Hal ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk mendukung program Makan Siang Bergizi Gratis sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Inisiatif ini tidak hanya mengurangi limbah organik, tetapi juga mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar wilayah operasional kami,” ujar Andreas Yanuar Arinawan, Aviation Fuel Terminal Manager Hasanuddin.
Program ini membuat Kelompok Laleng Kassie mampu memproduksi ratusan butir telur bebek segar setiap minggu. Selain telur konsumsi, mereka juga memproduksi telur asin berkualitas tinggi yang memiliki nilai jual lebih tinggi dan daya simpan lebih lama, sehingga meningkatkan pendapatan kelompok.
Ketua Kelompok Laleng Kassie, Maryama, menyebut program ini membantu menekan biaya pakan—komponen terbesar dalam usaha peternakan. “Pemanfaatan limbah makanan ini sangat membantu kami menekan biaya operasional, terutama untuk pakan,” ujarnya.
Sebagian limbah yang tidak langsung digunakan juga dimanfaatkan untuk budidaya maggot (larva Black Soldier Fly/BSF) sebagai pakan tambahan tinggi protein untuk bebek. Inovasi ini meningkatkan efisiensi biaya, produktivitas, serta membuka peluang usaha baru di desa.
Area Manager Communication, Relation, & CSR Sulawesi, Tengku Muhammad Rum, menegaskan program ini selaras dengan strategi CSR perusahaan yang memaksimalkan potensi sumber daya lokal. “Pendekatan ini berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya SDG 2 – Tanpa Kelaparan dan SDG 12 – Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab,” ujarnya.
Ke depan, Pertamina Patra Niaga menargetkan program pengelolaan limbah makanan menjadi pakan ini dapat direplikasi di berbagai wilayah Indonesia sebagai solusi yang menggabungkan pengurangan limbah, pemberdayaan masyarakat, dan penguatan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.