
Pertahanan terakhir perjuangan kaum Padri berada di tangan siapa? Pertanyaan ini berkaitan dengan salah satu konflik besar dalam sejarah Indonesia, yaitu Perang Padri yang berlangsung di Sumatera Barat pada awal abad ke-19.
Di balik konflik ini, terdapat sosok-sosok pemimpin tangguh yang menjadi ujung tombak perjuangan hingga ke titik terakhir. Menelusuri siapa yang memegang peran penting dalam pertahanan terakhir Kaum Padri dapat memperkaya wawasan sejarah.
Pertahanan Terakhir Perjuangan Kaum Padri Berada di Tangan Tuanku Imam Bonjol, Ini Penjelasannya

Perjuangan kaum Padri merupakan salah satu babak penting dalam sejarah perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan kolonial Belanda. Gerakan ini awalnya merupakan gerakan pembaruan Islam yang berkembang di wilayah Minangkabau sekitar awal abad ke-19.
Kaum Padri dipelopori oleh para ulama yang baru kembali dari Mekkah dan terinspirasi oleh gerakan purifikasi Islam di sana. Salah satu tokoh utamanya adalah Tuanku Imam Bonjol, yang kemudian menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap penjajahan dan ketidakadilan sosial.
Awalnya, gerakan Padri bertujuan untuk memberantas praktik-praktik adat yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, seperti berjudi, mabuk, dan pesta pora. Ini membuat mereka berselisih dengan Kaum Adat yang masih menjunjung tinggi adat Minangkabau.
Perselisihan tersebut berkembang menjadi konflik internal yang cukup sengit. Akan tetapi, ketika Belanda mulai campur tangan dan memanfaatkan konflik itu untuk melemahkan kekuatan pribumi, maka arah perjuangan pun berubah menjadi perlawanan terhadap penjajahan kolonial.
Pertahanan terakhir perjuangan kaum Padri berada di tangan Tuanku Imam Bonjol. Nama aslinya Muhammad Shahab dan dikenal sebagai ulama, pemimpin karismatik, dan ahli strategi perang.
Menurut keterangan di buku Nama & Kisah Pahlawan Indonesia dari Masa VOC, Belanda, Jepang, hingga Masa Pembangunan, Angga Priatna, Aditya Fauzan Hakim, (2013), di bawah kepemimpinannya, kaum Padri menyatukan kekuatan rakyat untuk melawan penjajahan Belanda.
Salah satu kekuatan utama Imam Bonjol adalah kemampuannya memimpin pasukan dalam strategi gerilya dan mendirikan benteng pertahanan di Bonjol, sebuah daerah yang berbukit dan strategis di Sumatera Barat. Tempat inilah yang kemudian menjadi markas besar sekaligus pertahanan terakhir kaum Padri.
Pertahanan terakhir perjuangan kaum Padri benar-benar teruji saat Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke Bonjol. Meskipun Belanda memiliki persenjataan dan pasukan yang lebih modern dan lengkap, perlawanan dari pasukan Imam Bonjol berlangsung sengit dan penuh semangat.
Selama bertahun-tahun, Imam Bonjol dan pasukannya berhasil menahan gempuran Belanda dengan semangat jihad dan strategi bertahan yang cerdas. Bahkan, perlawanan di Bonjol berlangsung selama lebih dari 15 tahun, perjuangan panjang yang menunjukkan tekad kuat rakyat untuk mempertahankan tanah air dan keyakinannya.
Meskipun telah bertahan lama, akhirnya Bonjol jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1837 setelah melalui pengepungan panjang dan tipu daya. Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial ke berbagai tempat, termasuk ke Cianjur, Ambon, hingga akhirnya meninggal dunia di Manado pada tahun 1864.
Baca Juga: Biografi Tuanku Imam Bonjol dan Peranannya dalam Sejarah Indonesia
Pernyataan bahwa pertahanan terakhir perjuangan kaum Padri berada di tangan Tuanku Imam Bonjol adalah fakta sejarah yang bukan omong kosong. Di bawah kepemimpinannya, kaum Padri memberikan perlawanan yang kuat, meskipun akhirnya harus mengakui kekalahan secara militer terhadap Belanda. (DNR)