Krisis air bersih dan sanitasi masih menjadi masalah besar di banyak kawasan dunia, termasuk Asia Tenggara. Prof. Shane Snyder dari Georgia Institute of Technology, USA, yang tampil sebagai pembicara dalam International Conference on Applied Sciences, Education and Technology (IConASET) menuturkan air bersih dan sistem sanitasi yang layak adalah pondasi kehidupan yang sehat, namun masih sering diabaikan.
Isu tersebut kemudian ditanggapi secara khusus oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unusa, Achmad Syafiuddin. Ia mengatakan bahwa ada dua ide besar yang menginspirasi dirinya dan tim dalam mengolah air agar dapat kembali bermanfaat. Pertama, adalah mengolah kembali air yang sudah digunakan (waste water) menjadi air layak pakai.
"Jadi, prinsipnya kita memanfaatkan air yang sudah terpakai. Dengan teknologi tertentu, air tersebut bisa diolah kembali sehingga memenuhi standar untuk digunakan kembali," jelas Syafiuddin, Kamis (28/8).
Kedua adalah gagasan mengolah air laut melalui proses filtrasi alami dengan tanah. Dalam metode ini, air laut dialirkan atau dimasukkan ke dalam tanah untuk mengurangi kandungan garamnya.
Setelah itu, air dipompa kembali dan melalui proses pengolahan lebih lanjut hingga menjadi air layak konsumsi.
"Air laut dimasukkan ke tanah, kemudian dipompa dan diolah, sehingga kadar garamnya berkurang dan bisa menjadi sumber air bersih bagi masyarakat," paparnya.
Meski demikian, Syafiuddin mengakui bahwa kedua metode tersebut memerlukan sumber daya yang cukup besar, baik dari sisi teknologi, biaya, maupun tenaga ahli. Oleh sebab itu, implementasinya membutuhkan perencanaan matang serta kolaborasi lintas sektor, baik pemerintah, akademisi, maupun industri.
"Gagasannya sangat mungkin diterapkan, tetapi memang membutuhkan persiapan yang panjang serta dukungan resources yang memadai," tambahnya.
IConASET merupakan konferensi tingkat internasional yang rutin diselenggarakan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) sejak 2019. Gelaran untuk keempat kali yang melibatkan akademisi dalam dan luar negeri ini mengangkat tema Entering Society 5.0: Adaptation and Enhancement, yang menitikberatkan pada kesiapan dunia pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam menghadapi era masyarakat 5.0.
Rektor Unusa Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie menuturkan jika jumlah partisipan iConASET semakin meningkat dari tahun ke tahun menjadi bukti bahwa iConASET mampu menarik perhatian komunitas akademik internasional.
"Alhamdulillah, sejak pertama kali mencetuskan iConASET, jumlah peserta, makalah, hingga pembicara terus bertambah. Melalui forum ini, Unusa tidak hanya menguatkan jejaring internasional, tetapi juga meningkatkan kontribusi publikasi ilmiah di jurnal bereputasi," ungkap Prof. Jazidie.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa salah satu visi utama dari iConASET adalah menjadikannya sebagai ikon sekaligus aset bagi Unusa. Kehadiran konferensi ini diharapkan dapat mempertegas posisi Unusa sebagai perguruan tinggi yang berkomitmen pada pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian global.
"Saat pertama kali mencetuskan iConASET, kami ingin konferensi ini benar-benar menjadi icon dan aset bagi Unusa," imbuhnya.
Sementara itu Ketua Pelaksana iConASET 2025, Dr. Fifi Khoirul Fitriyah, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan bahwa antusiasme peserta terlihat dari banyaknya karya ilmiah yang diterima panitia.
"Kami memiliki hampir 100 makalah yang dipresentasikan dalam konferensi ini. Para pemateri dan pembicara yang hadir berasal dari berbagai negara, tidak hanya akademisi dari universitas di Indonesia, tetapi juga dari Malaysia, Filipina, Taiwan, Polandia, dan Amerika Serikat," jelasnya.