Office of Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk membeberkan penyebab tabungan masyarakat dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada Juli 2025 melambat dibandingkan bulan sebelumnya.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan kecenderungan masyarakat saat ini lebih memilih alokasi dana ke instrumen lain di luar tabungan, seperti emas dan reksadana.
Menurut dia, alokasi dana melalui instrumen emas mengalami kenaikan signifikan dalam dua tahun terakhir, bahkan naik lebih dari 25 persen pada tahun ini, sehingga menarik minat rumah tangga untuk mengalihkan simpanan mereka.
“Nah karena memang alokasi ke instrumen yang lain semakin besar, otomatis penempatan juga di DPK (Dana Pihak Ketiga) terutama untuk yang kelas di bawah (tabungan Rp) 100 juta juga mengalami penurunan,” ucap Andry dalam agenda Economic Outlook Q3 2025 yang diadakan secara daring, Kamis (28/8).
Sebelumnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat pertumbuhan tabungan masyarakat dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada Juli 2025 hanya sebesar 4,76 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Angka tersebut melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang masih tumbuh 4,89 persen.
Dia menilai penurunan tabungan tidak hanya terjadi pada kelompok simpanan di bawah Rp 100 juta, tetapi juga di kelompok lain. Hal ini diyakini berkaitan dengan adanya realokasi penempatan aset ke instrumen non-DPK.
Dalam kesempatan yang sama, Head of Mandiri Institute, Andre Simangunsong, mengatakan bahwa kepemilikan instrumen investasi selain tabungan seperti emas, saham, reksadana, dan obligasi cukup tinggi, terutama di kalangan generasi muda.
“Misalkan untuk Gen Z ini, mungkin (perhitungan) data kami, hasil survei itu 38 persen yang memiliki atau memilih emas sebagai instrumen investasinya, memang kalau emas generasinya semakin bertambah, semakin tidak muda atau semakin tua, ini eksposurnya semakin tinggi, misalkan kalau milenial itu 45 persen, Gen X plus itu sekitar 61 persen. Jadi demikian juga untuk reksadana,” jelas Andre.
Andre memastikan tren tersebut turut mempengaruhi menurunnya rata-rata tabungan masyarakat. Menurut dia, penurunan indeks tabungan tidak selalu mencerminkan melemahnya kemampuan masyarakat menabung, melainkan lebih banyak disebabkan pergeseran alokasi dana ke instrumen investasi lainnya.
“Jadi ini sedikit banyak memengaruhi (turunnya jumlah tabungan di bawah Rp 100 juta), jadi ada kemungkinan memang ini penurunan rata-rata tabungan,” tutur Andre.
Berdasarkan catatan LPS, simpanan dengan nominal Rp 5 miliar justru mencatatkan pertumbuhan paling tinggi, yakni 9,45 persen, meningkat dari 9,21 persen pada bulan sebelumnya.
Sementara tabungan dengan nominal Rp 100 juta hingga Rp 200 juta pertumbuhannya turun menjadi 4,43 persen dari sebelumnya 4,65 persen pada Juni 2025. Hal yang sama terlihat pada simpanan Rp 200 juta hingga Rp 500 juta yang juga melemah dari 3,83 persen menjadi 3,44 persen.