
Nikita Mirzani mempertanyakan legalitas dari salah satu produk kecantikan milik dokter Reza Gladys. Hal itu disampaikan Nikita saat mengomentari keterangan Reza yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
Perselisihan itu bermula pada kecurigaan Nikita soal salah satu produk kecantikan yang dimiliki Reza Gladys yang menurutnya tidak tercatat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penasaran dengan pernyataan Nikita, Hakim Ketua memanggil Nikita dan Reza untuk menjelaskan mengenai pokok masalah yang diperdebatkan.

"Tolong satu-satu yang bicara. Ini ada produk yang dibawa penasihat hukum, sudah dicek di BPOM resmi, ternyata tidak ada," ujar Hakim Ketua dalam ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/7).
Pernyataan hakim itu pun langsung ditanggapi Nikita Mirzani. Kepada hakim, Nikita menegaskan tak ada izin BPOM dalam produk milik Reza.
"Jadi enggak ada di BPOM!" ujar Nikita Mirzani dengan emosi meledak-ledak.

Kuasa hukum Nikita, Fahmi Bachmid, pun turut memperkuat pernyataan Nikita itu.
"Dicek melalui BPOM, tapi tidak terdaftar," tambah Fahmi Bachmid.
Menanggapi hal itu, Hakim Ketua meminta agar pihak jaksa penuntut umum turut memastikan keabsahan produk yang dipermasalahkan Nikita.
"Tolong dicek oleh penuntut umum, apakah barang dari saksi ini benar terdaftar atau tidak," kata Hakim Ketua.
Sebelumnya, Nikita Mirzani didakwa melakukan tindak pidana pemerasan atau pengancaman secara elektronik terhadap Reza Gladys. Nikita juga didakwa lakukan tindakan pencucian uang atas uang yang ia terima dari Reza Gladys. Tindak pidana itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail diduga melanggar Pasal 45 ayat 10 huruf A, Pasal 27B Ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Gabungan pasal-pasal ini umumnya digunakan untuk menjerat pelaku utama maupun pihak yang terlibat dalam kasus pemerasan atau pengancaman secara elektronik.