Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, mengeklaim proses pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek dilakukan menggunakan sistem e-katalog. Ini sebagai bentuk transparansi dan meminimalisasi konflik kepentingan.
"Kewenangan untuk menentukan harga dan juga penyedia vendor siapa saja yang bisa menawarkan produk, itu tidak ada di Kemendikbudristek. Itulah alasan kenapa proses pengadaannya bukan melalui penunjukan langsung, bukan melalui tender, tapi melalui e-katalog LKPP. Sehingga konflik kepentingan Itu diminimalisir," kata Nadiem dalam jumpa pers di The Dharmawangsa, Selasa (10/6).
Dalam prosesnya, Nadiem melanjutkan, sejumlah instansi terkait juga turut dilibatkan untuk melakukan pengawasan. Seperti misalnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Jamdatun Kejaksaan Agung.
"Kami dari awal Proses mengundang Jamdatun, mengundang Kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses ini terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," ungkap dia.
"Di luar itu pun kami melakukan, Kemendikbudristek melakukan konsultasi Kepada KPPU untuk memastikan bahwa tidak ada unsurmonopoli di dalam proses pengadaan ini," tambahnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Hotman Paris. Kuasa hukum Nadiem itu menyebut, sejak awal pengadaan laptop di Kemendikbudristek sudah meminta pengawalan dari Kejagung.
"Jadi pada saat pengadaan tersebut diminta pendampingan dari Kejaksaan Agung dalam hal ini Jamdatun. Sehingga keluarlah surat dari Jamdatun tanggal 24 Juni 2020 yang isinya jelas-jelas menyebutkan untuk Jamdatun memberikan pendampingan hukum selama proses pengadaan laptop tersebut," kata Hotman di lokasi yang sama.
"Kemudian juga KPPU juga dilibatkan dan kemudian diperiksa oleh BPKB. Semuanya tidak ada pelanggaran, ini ada suratnya," sambungnya.
Kasus Korupsi di Kemendikbudristek
Kasus ini bermula saat Kemendikbudristek pada 2020 menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan TIK bagi satuan pendidikan tingkat dasar, menengah dan atas untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Berdasarkan pengalaman uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kementerian Dikbudristek pada tahun 2018-2019 telah ditemukan berbagai kendala, di antaranya Chromebook hanya dapat efektif digunakan apabila terdapat jaringan internet.
Padahal, kondisi jaringan internet di Indonesia belum merata. Sehingga pengguna laptop Chromebook sebagai sarana AKM pada satuan pendidikan tidak berjalan efektif.
Dari pengalaman tersebut dan berdasarkan perbandingan beberapa Operating System lainnya, Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System Windows.
Namun, Kemendikbudristek saat itu mengganti kajian tersebut dengan kajian baru dengan menggunakan spesifikasi Operating System Chrome alias Chromebook. Diduga, penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya.
Berdasarkan keterangan dari pihak saksi dan alat bukti yang ditemukan, diduga telah terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat dengan cara mengarahkan kepada Tim Teknis yang baru agar membuat kajian menggunakan laptop Chromebook dalam pengadaan untuk AKM dan belajar mengajar.