
Microsoft memulai tahun fiskal barunya dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 9.000 karyawan, atau sekitar 4% dari total tenaga kerja globalnya, pada Rabu (2/7) waktu setempat. Di negara bagian Washington, tempat kantor pusat Microsoft berada, 830 karyawan resmi diberhentikan, menurut dokumen regulator.
Langkah ini menyusul dua putaran PHK sebelumnya pada Mei dan Juni 2025 lalu, yang secara total telah memberhentikan lebih dari 6.000 karyawan. Dengan demikian, Microsoft telah merumahkan lebih dari 15.000 karyawan di seluruh dunia sepanjang tahun ini.
Meskipun perusahaan menekankan PHK ini bukan karena kinerja individu, banyak karyawan yang terdampak berkaitan dengan rekayasa perangkat lunak, manajemen produk, dan program. Microsoft menyebut langkah ini sebagai bagian dari strategi merampingkan lapisan manajemen dan meningkatkan kelincahan organisasi.
Chief Financial Officer Microsoft, Amy Hood, telah mengisyaratkan restrukturisasi ini sejak April 2025, dengan fokus pada efisiensi dan penguatan tim berkinerja tinggi. Sementara itu, kepala divisi game perusahaan, Phil Spencer, mengakui timnya juga terdampak meski sedang mencatat rekor pemain dan game aktif tertinggi dalam sejarah.
"Platform, perangkat keras, dan peta jalan game kami belum pernah terlihat sekuat ini," katanya, mengutip The Seattle Times. "Kesuksesan yang kami alami saat ini didasarkan pada keputusan sulit yang telah kami buat sebelumnya... Kami akan menjaga apa yang sudah berkembang dan memusatkan upaya pada area dengan potensi terbesar, sambil memenuhi ekspektasi perusahaan terhadap bisnis kami."

PHK ini terjadi di tengah masa kejayaan keuangan Microsoft. Pada kuartal awal 2025, perusahaan mencatatkan keuntungan hampir 26 miliar dolar AS dari pendapatan 70 miliar dolar AS. Saham perusahaan melonjak, bahkan sempat menjadikan Microsoft sebagai perusahaan paling bernilai di dunia, sebelum disalip oleh Nvidia.
Namun, di balik laba besar ini, Microsoft juga mengucurkan dana investasi besar-besaran untuk pengembangan infrastruktur kecerdasan buatan (AI), dengan alokasi lebih dari 80 miliar dolar AS selama tahun fiskal 2025, naik 25 miliar dolar AS dari tahun sebelumnya.
Meski belum menyatakan secara terbuka bahwa AI menggantikan tenaga kerja, Microsoft telah mendemonstrasikan kemampuan alat AI-nya yang dapat menulis, menguji, dan memperbaiki kode dengan sedikit instruksi. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa efisiensi AI bisa membuat banyak posisi menjadi usang dalam waktu dekat.
Margaret O’Mara, sejarawan teknologi dari University of Washington, melihat gelombang PHK ini sebagai bagian dari penyesuaian setelah ekspansi besar selama pandemi.
"Ini bukan soal krisis. Ini adalah perusahaan paling berharga sepanjang sejarah, tapi memilih menginvestasikan modalnya pada GPU dan pusat data, bukan pada perekrutan ribuan orang," ujarnya.