
Perayaan Idul Adha di halaman Kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Bali selalu menjunjung rasa toleransi dan kerukunan antar-umat beragama.
Tanpa pandang agama, sejumlah warga terlibat saat pelaksanaan kegiatan pemotongan daging kurban. Terlihat para pecalang atau petugas keamanan desa adat menjaga keamanan di masjid dan di kantor LDII.
Panitia daging kurban lalu membagikan daging kepada ke rumah warga non-muslim sebagai bentuk silaturahmi. Pembagian daging kurban ini disebut dengan tradisi ngejot (dalam bahasa Bali artinya adalah membagi), yang sudah berlangsung sejak abad 15 lalu sampai hari ini, Jumat (6/6).
Kekuatan dan Kerukunan

"Pada saat leluhur Ida Dalem Waturenggong (Raja Bali ke-IV) mengajak umat Islam dari Blambangan ke Kampung Gelgel, di situ sudah dikembangkan tradisi ngejot ini. Antar-agama, antar-suku bangsa, sebagai bentuk kekuatan Indonesia, bentuk kerukunan," kata Bandesa Agung atau Ketua Majelis Desa Adat Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, di Gedung LDII Bali, Jumat (6/6).
Suhaket menilai prinsip Ukhuwah Islamiyah dalam Islam sebenarnya mirip dengan konsep menyama braya dalam agama Hindu, yang sama-sama menekankan pentingnya persatuan dan saling menolong.
Dia berharap tradisi ngenjot ini terus dijalankan demi menjaga hubungan baik antar-umat beragama di Bali.
"Kami masukkan konsep menyama braya, bahwa kita ini saudara, cuma beda keyakinan. Karena di Bali yang saya tahu dalam satu keluarga pun ada yang berbagai macam agama, tetapi akur tetap rukun," ujarnya.
"Jadi intinya agama itu tidak memusnahkan persaudaraan kita tapi akan memupuk persaudaraan kita. Itu sebenarnya artinya, biar ikhlas berkorban dan ikhlas berbagi," kata Sukahet.145 Sapi, 273 Kambing

Di tempat yang sama, Ketua LDII Bali Olih Solihat Karso mengatakan ada 145 ekor sapi dan 273 ekor kambing yang disembelih dalam perayaan Idul Adha. Hewan kurban itu diperoleh dari sumbangan masyarakat.
LDII membagikan sekitar 10 ribu paket daging kurban kepada umat non-muslim untuk merayakan Idul Adha.
"Mudah-mudahan di tahun depan kita bisa berkurban lebih banyak lagi. Bukan saja kepada umat Islam, kami berikan kepada sesama umat yang ada di Bali," katanya.
Kebersamaan yang Harus Dijaga Selama-lamanya
Salah satu warga bernama Anak Agung Suarta (60) di Jalan Griya, Kota Denpasar, mengaku sudah sejak tahun 1990-an menerima daging kurban saat perayaan Idul Adha.
Dia bersyukur diingat oleh tetangganya dengan menerima makanan hantaran saat merayakan hari keagamaan. Dia berharap kerukunan dan toleransi beragama terjaga di Indonesia. Suarta biasanya mengolah daging kurban menjadi sop atau serundeng untuk dikonsumsi bersama keluarga.
"Ini tradisi luar biasanya yang ada di Indonesia, ini bentuk kebersamaan yang harus kita pupuk selama-lamanya," katanya.