
CEO Lippo Group James Riady mengaku menyiapkan dana Rp 2 triliun untuk mendukung pembangunan rumah subsidi. Adapun anggaran tersebut merupakan tahap awal dari keterlibatan Lippo dalam program rumah subsidi.
Nantinya, dana tersebut akan dijadikan modal untuk pengembang-pengembang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam program ini.
“Kami siapkan Rp 2 triliun untuk memberi modal pada pengembang-pengembang FLPP," kata James dalam acara pameran mock up rumah subsidi di Lobby Nobu Bank, Jakarta Pusat, Kamis (12/6).
James juga bersedia berinvestasi pada usaha-usaha yang dijalankan oleh para pelaku FLPP yang telah berjalan dan yang direkomendasikan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan Kementerian.
“Jika butuh pinjaman, kita berikan pinjaman. Dengan syarat-syarat yang paling sederhana dan paling baik. Itu adalah komitmen kami,” tutur James.
Sebelumnya, pemerintah berencana menurunkan batas minimal luas tanah dan bangunan untuk rumah subsidi, dengan acuan kebijakan serupa di China, Turki, Meksiko, Brasil, India, Filipina, dan Malaysia.

Rencana tersebut tercantum dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang menetapkan batas minimal luas tanah rumah subsidi menjadi 25 meter persegi hingga maksimal 200 meter persegi, serta luas lantai minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.
James menegaskan kepada wartawan bahwa gagasan terkait rencana tersebut bukan berasal dari Lippo Group. Pernyataan itu ia sampaikan usai menghadiri rapat bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, BP Tapera, serta para pengembang perumahan.
"Bukan, 18 bukan dari kita," kata James, di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dikutip Kamis (12/6).
Menurut James, ide rumah subsidi berukuran 18 m² datang dari Kementerian PKP sendiri dengan alasan untuk mencari titik masuk yang terjangkau.