Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan pihaknya akan meminta pertanggungjawaban kepada pihak yang diduga menerima aliran dana hasil rasuah dari dugaan korupsi kuota haji 2024.
KPK baru saja meningkatkan status kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Dalam penyidikan ini, KPK menerapkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. KPK pun bakal mengusut para pihak yang menerima keuntungan dari kasus tersebut.
"Aliran dana baik itu dalam konteks karena pembagian kuota, misalkan dari pihak pemerintah, oknum pihak pemerintah atau Kementerian Agama, yang karena keputusannya memberikan kuota haji ini tidak sesuai dengan aturan kemudian mendapatkan sejumlah uang," ujar Asep kepada wartawan, Sabtu (9/8).
"Nah itu akan menjadi objek untuk kami minta pertanggungjawaban supaya dikembalikan, seperti itu," terangnya.
Tak hanya itu, KPK juga bakal mengusut dugaan aliran dana rasuah yang diduga diterima oleh pihak perusahaan travel yang seharusnya tidak menerima kuota haji tersebut.
Asep menjelaskan, seharusnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2018, pembagian kuota haji itu 92% untuk reguler dan 8% untuk khusus. Namun kemudian kuota dibagi 50%-50%.
"Kalau kita mengacu kepada undang-undangnya yang ada kan hanya 1.600, berarti 8.400-nya itu menjadi ilegal, artinya tidak boleh dijadikan kuota khusus," ucap Asep.
"Nah, itu pembagiannya ke mana saja gitu, ke travel mana saja, atau asosiasi travel mana saja. Nah, dari sana hasil kami komunikasi dan koordinasi dengan pihak BPK, itulah yang akan kita kejar," imbuh dia.
Adapun dalam kasus ini, KPK menggunakan surat perintah penyidikan (Sprindik) umum. Artinya, belum ada tersangka yang dijerat.
Perkara ini bermula pada 2023, saat pertemuan antara Presiden ke-7 RI Jokowi dengan Pemerintah Arab Saudi. Di sana, Indonesia mendapat kuota tambahan sebanyak 20 ribu.
"Jadi kalau 20 ribu berarti sekitar 18.400 untuk reguler, 1.600 nya untuk khusus. Nah itu kalau dikaitkan dengan undang-undang," kata Asep.
Asep menjelaskan, tambahan tersebut semestinya untuk kuota haji reguler. Sebab, alasannya adalah pemotongan masa tunggu.
"Padahal dapat tambahan 20 ribu kuota ini hasil pertemuan atau kunjungan Presiden Republik Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi di mana alasannya adalah permintaan kuota ini karena kuota reguler itu nunggunya sampai 15 tahun gitu ya, 15 tahun lebih untuk kuota reguler ini nunggunya," urainya.
Karenanya, Asep mengatakan kuota tambahan tersebut seharusnya secara keseluruhan dialokasikan untuk haji reguler, bukan untuk kuota haji khusus.
"Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena al...