REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengevaluasi efektivitas program stimulus berupa diskon tarif listrik bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah belum dapat memastikan apakah diskon tersebut akan kembali diberikan pada kuartal III dan IV 2025.
“Diskon listrik itu kan di kuartal I, ya. Kuartal II tidak ada karena kami masih monitoring efektivitasnya. Diskon listrik itu besar, paket stimulusnya itu besar,” ujar Analis Kebijakan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu, Riznaldi Akbar, di sela International Battery Summit di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Ia menjelaskan, pemerintah saat ini masih dalam proses pembayaran kompensasi atas diskon tarif listrik yang telah diberikan pada kuartal I kepada PT PLN (Persero). Proses inilah yang sedang dievaluasi.
Meski demikian, Riznaldi tidak menutup kemungkinan bahwa pemerintah akan kembali memberikan diskon tarif listrik menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, sebagai bagian dari stimulus ekonomi.
“Itu (pemberian diskon tarif listrik pada Natal dan tahun baru) masih dalam proses pembahasan. Setiap rupiah yang kami keluarkan harus efektif,” katanya.
Di sisi lain, Riznaldi mengungkapkan tingginya kemungkinan bahwa program Bantuan Subsidi Upah (BSU) akan dilanjutkan pada kuartal III dan IV 2025. Ia menilai penyaluran BSU pada kuartal II berjalan efektif.
“BSU kelihatannya lanjut karena kita lihat efektif pelaksanaannya. Itu akan lanjut di triwulan III dan triwulan IV,” ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menghapus rencana pemberian subsidi listrik dari lima paket kebijakan insentif yang sedianya mulai berlaku pada Juni–Juli 2025.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam pernyataannya di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (2/6/2025), menyampaikan bahwa alasan utama pembatalan tersebut adalah keterbatasan waktu dalam proses penganggaran, sehingga tidak memungkinkan untuk mengejar pelaksanaan di pertengahan tahun.
Sebagai alternatif, anggaran untuk subsidi listrik dialihkan ke program BSU, yang dinilai lebih siap baik dari sisi data maupun pelaksanaan.
Sri Mulyani menambahkan bahwa pada tahap awal perancangan, program BSU sempat menimbulkan pertanyaan terkait akurasi sasaran penerima, mengingat pengalaman sebelumnya saat pandemi COVID-19, di mana data penerima perlu diperbaiki terlebih dahulu.
sumber : ANTARA