Kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah menuai perhatian dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Kadin menilai, kebijakan tersebut berisiko memperlambat laju pertumbuhan ekonomi di sejumlah daerah, terutama yang sangat bergantung pada belanja pemerintah daerah.
Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia, Aviliani, mengatakan saat ini ketergantungan daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih tinggi. Terutama bagi wilayah yang tidak memiliki sektor andalan seperti pertambangan.
“Ekonomi daerah sebagian besar sangat terpengaruh dari APBD, sehingga kita melihat yang tumbuhnya tinggi adalah (daerah) di luar Jawa yang sangat tergantung pada pertambangan. Tapi justru daerah-daerah yang bergantung pada APBD itu mengalami penurunan pertumbuhan (ekonomi),” kata Aviliani dalam Kadin Global & Economic Outlook Kuartal I 2025 di Menara Kadin, Kamis (12/6).
Aviliani menambahkan, pengalihan anggaran sejauh ini belum menunjukkan arah penggunaan yang jelas. Minimnya kejelasan ini dinilai menyulitkan dunia usaha, terutama di daerah, dalam merasakan dampak langsung dari stimulus fiskal yang digelontorkan pemerintah.
Menurut dia, selain persoalan anggaran, hambatan regulasi turut berkontribusi terhadap lambatnya respons dunia usaha dalam mengambil keputusan.
“Sebenarnya sudah dibicarakan tapi (regulasi) belum dikeluarkan sehingga juga mengganggu waktu pengusaha untuk mengambil keputusan. Jadi regulasi juga menjadi satu hal yang penting,” jelasnya.
Sebagai solusi, Kadin mendorong pembentukan satuan tugas (Satgas) yang bisa menjembatani dunia usaha dengan pemerintah, terutama dalam menyelesaikan persoalan teknis yang kerap muncul di lapangan.
“Nah ini sebenarnya ide bagus membentuk Satgas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan juga kita di Kadin membentuk hal tersebut (Satgas). Jadi kita berharap ini bisa jalan ke depan agar dunia usaha tetap bisa menjalankan usahanya. Tidak hanya jangka pendek tapi juga jangka menengah panjang," kata Aviliani.
Ia menegaskan, evaluasi terhadap kebijakan efisiensi dan tata kelola anggaran perlu mempertimbangkan kondisi riil di daerah. Tujuannya agar potensi ekonomi lokal dapat dioptimalkan dan pelaku usaha memiliki kepastian usaha baik dalam jangka pendek maupun panjang.