REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres telah memberi peringatan kepada Israel dan Rusia jika angkatan bersenjata berikut personel keamanan dua negara tersebut bisa dimasukkan ke dalam daftar negara yang diduga kuat sebagai pelaku kekerasan seksual di zona konflik.
Peringatan PBB yang disampaikan pada Selasa (12/8/2025) tersebut muncul setelah adanya kekhawatiran signifikan terkait pola-pola kekerasan seksual tertentu yang telah didokumentasikan secara konsisten oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa", tulis Guterres dalam sebuah laporan yang dilihat oleh kantor berita Reuters seperti dilansir Al Jazeera.
Dalam laporan tahunannya kepada Dewan Keamanan PBB tentang kekerasan seksual terkait konflik, Guterres mengatakan, Israel dan Rusia dapat dimasukkan tahun depan ke dalam daftar pihak-pihak yang "diduga kuat melakukan atau bertanggung jawab atas pola-pola pemerkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya".
Dalam peringatannya kepada Israel, Guterres mengatakan, dia sangat prihatin dengan informasi yang kredibel mengenai pelanggaran oleh pasukan bersenjata dan keamanan Israel terhadap warga Palestina di beberapa penjara, pusat penahanan, dan pangkalan militer.
"Kasus-kasus yang didokumentasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan pola-pola kekerasan seksual seperti kekerasan genital, pemaksaan telanjang yang berkepanjangan, dan penggeledahan telanjang berulang kali yang dilakukan dengan cara yang kasar dan merendahkan," tulis Guterres.
Israel yang telah menolak akses bagi para pemantau PBB membuat negara zionis menjadi sulit untuk membuat keputusan yang pasti tentang pola, tren, dan penggunaan kekerasan seksual secara sistematis oleh pasukannya. Guterres pun mendesak pemerintah yang dikuasai oleh rezim penjahat perang iniuntuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan penghentian segera semua tindakan kekerasan seksual, dan membuat serta melaksanakan komitmen-komitmen spesifik yang terikat waktu."
Sekretaris Jenderal PBB mengatakan hal ini harus mencakup investigasi atas tuduhan yang kredibel, perintah dan kode etik yang jelas bagi pasukan militer dan keamanan yang melarang kekerasan seksual, serta akses tanpa hambatan bagi para pemantau PBB.
Pada Maret, para pakar hak asasi manusia yang didukung PBB menuduh Israel melakukan "penggunaan kekerasan seksual, reproduksi, dan kekerasan berbasis gender lainnya secara sistematis".