
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menanggapi kondisi melemahnya permintaan batu bara global, khususnya dari China dan India, dengan memperkuat strategi diversifikasi pasar dan efisiensi biaya.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, mengatakan hal ini dilakukan guna menjaga stabilitas bisnis di tengah tren penurunan harga dan potensi pengurangan impor oleh negara tujuan utama ekspor.
"Jadi gini, sekarang ini kondisinya harga batubara kalau kita bandingkan dengan tahun lalu, ini sudah penurunannya sudah sangat-sangat jauh ya,” ujar Arsal, usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bukit Asam, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (12/6).
Arsal menjelaskan harga batu bara Indonesia berdasarkan indeks ICI sempat turun di bawah USD 100 per metrik ton dan saat ini mulai menunjukkan sedikit kenaikan. Namun, perusahaan tetap pada rencana awal untuk meningkatkan volume produksi di tahun depan.
"Pada tahun 2025, Bukit Asam ini akan memproduksi batu baranya ada kenaikan dibandingkan tahun 2024, itu menjadi kurang lebih 50 juta metric ton dan penjualannya pun relatif hampir sama,” jelasnya.
Menanggapi tekanan dari pasar ekspor utama, terutama China dan India, Arsal mengakui ketidakpastian global, termasuk efek perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS), turut memengaruhi permintaan batu bara.
“Kalau perang dagang ini belum selesai atau menjadi isu, ini tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan industri baik di Cina maupun di India. Kalau pertumbuhan ekonominya menurun, pabrik-pabrik yang menggunakan tenaga listrik dari batu bara juga akan menurun,” katanya.
Namun, PTBA telah mengantisipasi hal ini dengan memperluas pasar ekspor ke negara lain. “Kami juga sudah melakukan perluasan pasar, ke Vietnam, ke Thailand, kemudian ke Korea, ada sedikit ke Jepang,” ujarnya.

Terkait rencana akuisisi tambang kalori tinggi yang pernah disampaikan tahun lalu, Arsal menyebut pihaknya saat ini memilih fokus pada optimalisasi produksi dan penjualan tambang yang sudah berjalan.
“Dengan kondisi seperti sekarang ini, mungkin kami akan fokus dulu dengan bagaimana produksi yang sudah kami jalankan ini bisa tercapai. Sehingga kami fokus menghadapi ketika ada gejolak harga, kami akan fokus bagaimana gejolak harga ini berpengaruh terhadap kegiatan produksi,” tutur Arsal.
Sebelumnya, China dikabarkan akan memangkas impor batu bara sebanyak 50–100 juta ton pada 2025.
Mengutip Reuters pada Kamis (12/6), Pemerintah China mendorong pembangkit listrik beralih ke pasokan domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor. Data resmi mencatat, impor batu bara China sudah turun 8 persen hingga akhir Mei 2025.
Kondisi ini turut menekan harga batu bara internasional, termasuk indeks batu bara Indonesia yang telah terkoreksi hingga 25 persen sejak Oktober 2023.
"Pengiriman batubara dapat turun sebesar 50 juta hingga 100 juta ton pada tahun 2025," kata Xuegang Li, Wakil Presiden Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara China pada konferensi Coaltrans China, dikutip Kamis (12/6).