REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Luthfi mengatakan, keputusan Bupati Pati Sudewo menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen dilakukan tanpa kajian. Meski saat ini kebijakan tersebut telah dicabut, Luthfi menilai hal itu menjadi pembelajaran bagi Pemda Pati.
Luthfi menerangkan, pada 12 April 2025, Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Pati mengirimkan surat ke Pemprov Jateng. Surat tersebut dikirim agar Pemprov Jateng dapat memverifikasi rencana kenaikan PBB-P2.
Pada 22 April 2025, Biro Hukum Setda Provinsi Jateng mengundang perwakilan Pemkab Pati untuk menggelar rapat bersama. Menurut Luthfi, rapat tersebut menetaskan tiga aspek yang harus dipenuhi Pemkab Pati.
"Kesatu, harus tunjuk pihak ketiga untuk melakukan asistensi atau kajian. Kedua, tidak membebani masyarakat. Ketiga, disesuaikan dengan kemampuan wilayah," kata Luthfi saat memberikan keterangan pers seusai menggelar rapat bersama Forkopimda Jateng di kantornya, Kamis (14/8/2025).
Luthfi mengungkapkan, ketiga aspek tersebut harus dilaporkan kembali perkembangannya oleh Pemkab Pati ke Pemprov Jateng dalam waktu satu pekan. "Sampai sekarang ya, kajiannya belum nyampe dan lain sebagainya, dan ini menjadi teguran untuk Pemda Pati untuk tidak dilakukan kembali," ucapnya.
Ketika dikonfirmasi kembali apakah keputusan Pemkab Pati menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen tidak menaati tiga aspek yang tercetus dalam rapat pada 22 April 2025, Luthfi menjawab, "Belum ada kajian, kajiannya belum ada".
"Tapi kan kemarin (kebijakan kenaikan PBB-P2 hingga 250 persen di Pati) sudah ditarik, sudah dicabut. Tinggal kita melakukan pembinaan ke depan," tambah Luthfi.
Luthfi menjelaskan, kenaikan PBB di suatu kabupaten atau kota merupakan kewenangan pemkab atau pemkot terkait. "Tapi tugas pemprov adalah memfasilitasi, melakukan koreksi, dan diajukan ke kita untuk dilakukan verifikasi. Hasil verifikasi ini harus ditindaklanjuti dalam waktu satu minggu," ucapnya.
Terkait kenaikan PBB, salah satu hal yang perlu dipenuhi adalah perihal kajian. "Harus menggunakan kajian pihak ketiga. Kajiannya terkait dengan kenaikan PBB itu: apakah ia sudah proporsional dan lain sebagainya," kata Luthfi.