
Sebuah kotak misterius atau dikenal blind box yang berjejer dalam rak di toko permainan menarik daya beli masyarakat. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa berbondong-bondong membelinya untuk memuaskan rasa penasaran mereka.
Fenomena ini kembali viral berkat POP MART, perusahaan mainan asal Tiongkok yang memproduksi berbagai seri blind box dengan karakter unik. Menurut jurnal berjudul “Exploring the Evolution and Impact of Blind Box Design in the Toy Industry” karya Jiaying Zhu dari Wuhan University of Technology dan University of Wales Trinity Saint David yang diterbitkan pada tahun 2024, konsep blind box ini awalnya berasal dari budaya pop Jepang dan mulai dikenal lewat mesin Gashapon pada 1980-an. Mesin ini memungkinkan pembeli mendapatkan mainan acak dengan memasukkan koin.
Memasuki era 1990-an, konsep blind box mulai diperkenalkan di China melalui kartu koleksi. Hingga akhirnya, pada abad ke-21, perusahaan seperti POP MART membawa konsep ini menjadi lebih modern dan menarik, seiring dengan tren belanja anak muda yang menyukai kejutan dan unsur koleksi.
Namun di balik keseruannya, bagaimana pandangan psikologi terhadap fenomena ini? Mari bahas lebih lanjut, ladies.
Blind Box Sebagai Bentuk Reward

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Gita Aulia Nurani, menjelaskan bahwa ketertarikan orang pada blind box berhubungan dengan teori perilaku, khususnya soal reward atau imbalan.
“Orang cenderung akan mengulangi perilakunya ketika mendapat hal yang diinginkan dan mau mengulanginya lagi. Atau dalam situasi lain, ia mengejar reward itu sendiri sampai dapat,” ujar Gita saat dihubungi kumparanWOMAN pada Jumat (11/7).
Gita juga menambahkan bahwa blind box termasuk dalam kategori indefinite reward, yaitu bentuk imbalan yang tidak pasti. “Meski memberikan ketidakjelasan, jenis reward ini justru menimbulkan efek adiktif,” ungkapnya.
Kaitan Blind Box dengan Kesehatan Mental

Fenomena blind box ibarat dua mata pisau. Di satu sisi, ia bisa memberikan kesenangan dan rasa puas saat mendapatkan item yang diinginkan. Namun, menurut Gita Aulia Nurani, efek positif tersebut cenderung bersifat sementara. Jika tidak dikendalikan, pengalaman itu justru dapat mendorong perilaku konsumtif yang berlebihan.
“Penelitian dalam bidang consumer behavior atau consumer psychology justru menyebutkan adanya dampak negatif dari blind box, seperti perilaku membeli yang impulsif dan kecenderungan konsumsi yang irasional,” jelasnya.
Artinya, di balik keseruan mengejar kejutan, ada risiko ketergantungan terhadap sensasi reward yang memicu seseorang untuk terus membeli, meskipun sebenarnya tidak terlalu membutuhkan barang tersebut.
Tips agar Tetap Fun Mengikuti Tren Blind Box, tapi Nggak Berlebihan

Agar keseruan mengikuti tren blind box tetap menyenangkan tanpa berujung pada kebiasaan konsumtif, Gita memberikan beberapa tips yang bisa diterapkan, terutama oleh para perempuan muda yang menjadi target utama tren ini.
1. Buat anggaran
Hal pertama yang disarankan Gita adalah membuat batasan finansial. Ladies, pastikan kamu punya budget khusus untuk membeli blind box yang tidak mengganggu keuangan harian maupun tabungan. Disiplin dalam hal ini penting, jadi tahan godaan dan usahakan tetap konsisten dengan batas yang sudah kamu tetapkan.
2. Tanyakan kepada diri sendiri sebelum membeli
Sebelum memutuskan membeli, coba tanyakan pada diri sendiri dua kali: “Apakah aku membeli ini hanya untuk kesenangan sesaat atau ada alasan lain di baliknya?”. Dengan begitu, kamu bisa lebih sadar terhadap alasan emosional atau impulsif yang mungkin memengaruhi keputusanmu.
3. Lakukan refleksi emosi setelah membeli
Setelah membeli dan membuka blind box, tanyakan kembali pada diri sendiri: “Apakah aku benar-benar merasa senang?” Jika jawabannya tidak, itu bisa menjadi sinyal bahwa kesenangan dari blind box sudah tidak lagi sepadan, dan kebiasaan tersebut sebaiknya dihentikan atau dikurangi.
BACA JUGA