
Nama Eks Gubernur Sumsel yang menjabat selama dua periode yakni dari 2001–2006 dan 2007–2012, Alex Noerdin kembali menjadi tersangka korupsi untuk ketiga kalinya dengan berbeda kasus.
Kali ini, Alex Noerdin terseret dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) antara Pemprov Sumsel dan PT Magna Beatum Aldiron Plaza Cinde terkait pemanfaatan aset tanah di kawasan Pasar Cinde Palembang.
Dirinya ditetapkan tersangka oleh Kejati Sumsel, pada Rabu (2/7/2025) kemarin.

Sebelumnya Pada 16 September 2021 Kejagung menjerat Alex Noerdin yang ketika menduduki kursi anggota DPR RI seusai habis masa jabatan sebagai Gubernur Sumsel. Politikus Golkar itu dijerat terkait kasus korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PD PDE) Sumsel 2010-2019 saat menjabat sebagai Gubernur Sumsel.
Selanjutnya pada 22 September 2021, Alex Noerdin kembali ditetapkan tersangka oleh Kejati Sumsel terkait terlibat dalam kasus korupsi dana hibah dari Pemprov Sumsel 2015-2017 untuk pembangunan Masjid Sriwijaya di Palembang.
Dana hibah Pemprov Sumsel itu terjadi pada saat Alex menjabat sebagai gubernur yakni 2015 dan 2017. Kedua hibah tersebut bersumber dari APBD Pemprov Sumsel.
Hibah pertama pada 2015 berjumlah Rp 50 miliar. Sementara hibah kedua pada 2017 adalah Rp 80 miliar. Selain penyalurannya yang bermasalah, diduga dana hibah tersebut juga tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pada dua kasus tersebut, ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara atas kasus korupsi pembelian gas bumi PDPDE dan dana hibah Masjid Raya Sriwijaya, oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu malam (15/6).
Kasus Baru Jerat Alex Noerdin

Dalam kasus Pasar Cinde, Alex Noerdin tidak sendirian ada tiga orang lainnya yang juga ditetapkan tersangka oleh Kejati Sumsel yakni Kepala Cabang PT. MB Raimar Yousnaidi, Ketua Panitia Pengadaan Mitra BGS Edi Hermanto dan Direktur PT. MB, Aldrin Tando.
"Para tersangka diduga kuat telah melakukan penyimpangan dalam proses kerja sama pemanfaatan aset daerah berupa tanah di Pasar Cinde, yang mengakibatkan kerugian negara, perusakan bangunan cagar budaya, serta adanya aliran dana mencurigakan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari.
Vanny menjelaskan modus operandi kasus ini bermula dari rencana pengembangan Pasar Cinde sebagai bagian dari proyek pendukung Asian Games 2018. Namun, dalam pelaksanaannya ditemukan pelanggaran serius, mulai dari tidak sahnya proses pengadaan mitra kerja hingga kontrak yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
"Kontrak kerja sama ini tidak hanya melanggar aturan, tapi juga menyebabkan hilangnya bangunan cagar budaya Pasar Cinde yang bernilai sejarah," tegas Vanny.
Lebih jauh, penyidik menemukan bukti elektronik berupa percakapan yang mengindikasikan adanya upaya menghalangi penyidikan (obstruction of justice), termasuk tawaran "pasang badan" dengan imbalan uang sekitar Rp17 miliar dan upaya mencari pengganti tersangka.
Untuk diketahui Pasar Cinde dilakukan renovasi besar-besaran dengan Proyek pembangunan Aldiron Plaza Pasar Cinde dengan anggaran Rp 330 miliar di mulai sejak Juni 2018. Pembangunan terakhir dilakukan awal tahun 2020 lalu, saat pengembang melakukan pengecoran tahap pertama lantai dasar, namun kini mangkrak sejak pandemi COVID-19 hingga pada 17 Juni 2022 Pemprov Sumsel memutuskan kontrak pembangunan Pasar Cinde dengan PT Magna Beatum Aldiron Plaza Cinde.