TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyebut tidak ada transaksi politik di balik pemberian amnesti untuk mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan adanya transaksi politik dalam pemberian amnesti mencuat sebab pembebasan Hasto berdekatan dengan momentum Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumumkan dukungannya ke pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Saya pikir tidak ada kaitannya. Karena memang jauh dari sebelum acara di Bali, dalam beberapa pertemuan, Bu Mega sudah menyampaikan juga bahwa program-program yang baik tentunya akan didukung oleh PDIP dan kemudian PDIP juga akan memberikan saran dan masukan untuk beberapa hal yang mungkin belum pas," kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, pada Senin, 4 Agustus 2025.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu menuturkan bahwa hanya pemerintah yang bisa memastikan peluang bergabungnya PDIP usai pemberian amnesti. Dia meyakini bahwa dukungan partai banteng tidak berarti menghilangkan daya kritis PDIP.
Dengan PDIP berada di luar koalisi Kabinet Merah Putih, Dasco yakin partai banteng bisa memposisikan sebagai pengawas. "Pemerintah itu bukan hanya membutuhkan dari PDIP. Tapi juga dari partai-partai koalisi. tentunya memberikan masukan-masukan apabila kemudian ada program-program pemerintah yang belum maksimal," tuturnya.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti untuk Hasto Kristiyanto yang diputuskan bersalah dalam kasus suap eks-kader PDIP, Harun Masiku. Selain Hasto, Prabowo juga memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi impor gula.
Analis komunikasi politik Hendri Satrio membaca pengampunan Hasto sebagai pesan damai merangkul semua pihak. Hasto adalah figur politikus PDIP, sementara Tom adalah salah satu orang dekat Anies Baswedan.
Hendri menilai amnesti untuk Hasto bukan sekadar langkah hukum, melainkan mencerminkan komunikasi politik yang kuat. Menurut Hendri, keputusan ini sesuai dengan janji Prabowo untuk merangkul semua pihak untuk pembangunan.
“Salah satu caranya ya seperti ini, menghilangkan kegaduhan politik yang bisa bikin eskalasi nggak oke,” kata dia melalui keterangan tertulis Ahad, 3 Agustus 2025.
Hendri mengatakan ada visi menuju 2029 dalam keputusan ini. Abolisi untuk Hasto bisa menjadi langkah awal untuk membangun koalisi yang lebih luas di masa depan.
Dihubungi terpisah, Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta Jakarta Adi Prayitno melihat pengampunan Hasto dan Tom sebagai upaya Presiden Prabowo menjaga kondusifitas dan kerja sama semua elemen. Adi mengatakan, dua tokoh ini bagaimana pun mewakili kubu non-pemerintah, sehingga membuat Prabowo perlu membendung gejolak dan huru-hara politik.
Menurut Adi, selama ini kasus Tom Lembong dan Hasto juga menarik perhatian publik karena dinilai kental unsur politiknya daripada unsur hukum. “Kasus ini memantik pembelahan publik cukup ekstrem dan menyerang pemerintah secara terbuka,” ucap Adi Jumat 1 Agustus 2025.