Bandara YIA Jadi yang Pertama di Dunia Pakai Teknologi Penyerap Karbon Berbasis Mikroalga

Di tengah kekhawatiran dunia atas krisis iklim dan polusi udara, sebuah kabar baik datang dari Yogyakarta. Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) resmi menjadi bandara pertama di dunia yang menggunakan teknologi penyerap karbon berbasis mikroalga. Inovasi ini lahir dari kolaborasi antara YIA dan Algari.id, sebuah startup teknologi iklim asal Jogja.
Inisiatif ini menjadi penanda dimulainya kampanye nasional bertajuk #AdemkanIndonesia, sebuah gerakan untuk menjawab tantangan kualitas udara yang semakin menurun, terutama di ruang-ruang publik seperti bandara, halte, dan stasiun.
Teknologi Alga yang Jadi “Paru-Paru Mikro” Kota

Apa sebenarnya teknologi ini? Algari menciptakan perangkat yang mengandalkan kekuatan mikroalga untuk menyerap karbon dioksida langsung dari udara. Tidak hanya menyaring polusi, instalasi ini juga didesain estetik dan terintegrasi dengan ruang publik—mudah dipantau secara digital, dan bisa langsung menunjukkan berapa banyak karbon yang berhasil ditangkap.
Yang membuatnya unik, teknologi ini langsung bekerja sejak hari pertama, tak seperti pohon yang perlu bertahun-tahun untuk tumbuh. Di tengah keterbatasan ruang hijau, perangkat Algari menawarkan solusi praktis —seolah menghadirkan paru-paru baru di tengah kota yang penuh kendaraan dan asap.
Kenapa Dimulai dari Jogja?

Pemilihan Yogyakarta bukan tanpa alasan. Selain dikenal sebagai kota pelajar dan budaya, Jogja juga memiliki citra sebagai kota yang adem—baik secara suasana, nilai, maupun kehidupan sosialnya. Inisiatif ini menjadikan makna “adem” tersebut lebih nyata dan fungsional: adem secara udara, adem secara kontribusi terhadap masa depan.
“Kami tidak hanya ingin menginspirasi, tapi memberi alternatif nyata yang bisa langsung diadopsi kota-kota besar lainnya,” ujar Jodie Senoatmojo, CEO dan pendiri Algari.id, dalam seremoni peluncuran kampanye #AdemkanIndonesia di Bandara YIA, Kamis (12/6).
Di kesempatan yang sama, Rully Artha, GM Yogyakarta International Airport, menyebut bahwa tantangan besar seperti krisis iklim perlu dijawab dengan pendekatan yang ilmiah, presisi, dan kolaboratif. “Teknologi seperti Algari adalah bagian dari upaya itu,” ujarnya.
Dari Bandara ke Halte dan Stasiun

Langkah ini bukan akhir, melainkan permulaan. Algari dan para mitranya akan melanjutkan kampanye ini ke berbagai titik transportasi publik lain di Indonesia. Targetnya jelas: menciptakan ekosistem urban yang ramah udara dan rendah emisi.
Algari juga membuka potensi carbon credit untuk setiap karbon yang diserap, menjadikannya bukan sekadar alat lingkungan, tapi juga instrumen ekonomi baru—khususnya bagi kota dan brand yang ingin menunjukkan aksi nyata dalam transisi menuju keberlanjutan.
Jodie Senoatmojo, CEO dan pendiri Algari.id mengatakan, YIA kini menjadi simbol bahwa solusi iklim bisa dimulai dari sini, dari kita. Dengan teknologi anak bangsa, gerakan #AdemkanIndonesia mengajak masyarakat untuk berpartisipasi—bukan sekadar wacana, tapi langkah konkret.
“Karena menjaga udara bersih bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau industri, tapi juga tanggung jawab bersama sebagai bangsa. Dan kini, semua itu dimulai dari sebuah bandara di ujung selatan Pulau Jawa ini,” pungkas Jodie.