REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum era kolonialisme datang, Indonesia merupakan wilayah yang terdiri atas kerajaan-kerajaan feodal. Meskipun begitu, raja-raja tidak dapat mengabaikan atau meniadakan sistem demokrasi asli Indonesia, yakni yang hidup di dalam desa-desa.
“Bukti ini menanam keyakinan bahwa demokrasi Indonesia yang asli kuat bertahan, liat hidupnya. Seperti kata pepatah Minangkabau, ‘indak lakang dek paneh, indak lapuak dek ujan,’” tulis Mohammad Hatta dalam karyanya, Demokrasi Kita.
Peribahasa itu bermakna bahwa demokrasi desa dapat terus tegar bertahan, seolah-olah “tidak lekang oleh panas, dan tidak lapuk oleh hujan.” Demokrasi desa, yang disebut Hatta sebagai demokrasi asli Indonesia, itu pun tumbuh bukan hanya di Sumatra Barat, melainkan daerah-daerah lainnya.
Di Jawa, ada ungkapan “desa mawa tata, negara mawa cara.” Ambil contoh raja Jawa dari abad ke-11, Airlangga, yang naik takhta saat berusia 17 tahun. Pada awal-awal memimpin, penguasa itu menghadapi banyak problem sosial dan politik dari pendahulunya, Dharmawangsa.
Airlangga lantas merangkul segenap desa di pesisir dan dataran Jawa yang menjadi wilayah kekuasaannya. Raja tersebut meminta mereka untuk menyepakati hukum adat supaya lebih adil dan membuka diri dalam pergaulan yang lebih luas.
Hukum yang telah dihimpun itu lalu dikawal oleh majelis yang disebut Dewan Penjaga Adat. Ini terdiri atas 40 empu atau cendekiawan.
Setelah itu, Airlangga memaklumkan hukum kerajaan supaya ditegakkan dengan selalu mengindahkan “konstitusi” hukum adat. Maka, yang terjadi adalah harmoni, bukan pemaksaan penyeragaman dari atas ke bawah (up to bottom).
Contoh lain datang dari Sulawesi. Masyarakat Bugis dahulu memiliki tokoh bernama Kajaolalido atau Kajao La Liddong, seorang cendekiawan abad ke-16 sekaligus penasihat raja Bone. Di antara gagasan-gagasannya yang serupa dengan “desa mawa tata, negara mawa cara” di Jawa adalah bahwa “kedaulatan tertinggi adalah hukum adat, bukan sosok individu.”
Karena itu, seorang raja mesti memelihara dan mengayomi rakyat. Tidak boleh raja menjadikan rakyat dan harta benda mereka bak kepemilikan pribadi. Tidak ada itu “negara adalah saya” (l’etat c’est moi).
Demokrasi yang tumbuh di daerah-daerah Nusantara ini telah eksis sebelum Revolusi Prancis di Eropa. Artinya, bangsa Indonesia telah lama berpikiran maju dan demokratis. Di Benua Biru sendiri, Kode Napoleon yang menjadi dasar hukum tertulis baru muncul pada abad ke-19 M.