Usianya sudah menginjak 103 tahun, namun langkahnya masih tegak. Meski agak melambat ketika melangkah, namun langkahnya tetap tegak tanpa bantuan tongkat. Ia adalah kakek Amad, sosok veteran saksi sejarah perobekan bendera di hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) Surabaya, pada tahun 1945 silam.
Selain langkah kaki yang masih tegak, daya ingat kakek Amad juga masih tajam tentang pertempuran di zaman penjajahan. Ia mampu bercerita secara detail tentang kisah hidupnya di medan perang. Hanya jika diajak bicara, sesekali kakek Amad menyerongkan telapak tangannya di samping telinga. Tanda untuk meminta lawan bicara agar sedikit mengencangkan suaranya. Ya, pendengaran kakek Amad memang mulai terganggu karena faktor usia.
"Nama saya sebenarnya Ahmad, tapi orang Jepang susah ngomong 'H' jadi saya lebih sering dipanggil Amad," tuturnya kepada Basra, belum lama ini.
Kakek Amad mengisahkan, jika dirinya merupakan putra asli Surabaya. Ia lahir tahun 1922. Ia adalah satu-satunya veteran di Jawa Timur yang terlibat perang tahun 1945 yang hingga kini masih hidup.
Saat terjadi gerakan arek-arek Suroboyo melawan Belanda di Surabaya hingga perobekan bendera Belanda, ia yang kala itu masih cukup muda mendapat tugas penting. Yakni untuk menyiapkan tangga.
"Dengan tangga itu, arek-arek Suroboyo bisa naik ke puncak hotel Yamato dan merobek bendera Merah-Putih-Biru milik Belanda menjadi sang saka Merah Putih," terangnya.
Selain pernah menjadi pasukan perang bersama Bung Tomo, kakek Amad juga merupakan mantan pasukan Heiho yang merupakan organisasi militer dan semi-militer yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang di Indonesia selama masa penjajahan. Arti nama Heiho adalah tentara pembantu.
Selama menjadi Heiho, ia tak lantas menurut kepada Jepang. Kakek Amad justru yang menginisiasi mengambil senjata peninggalan Jepang di Sekolah Don Bosco yang terletak di Jalan Tidar, Surabaya.
Hingga kini kakek Amad masih menyimpan 'tanda mata' peperangan di zaman penjajahan. Sebuah peluru masih bersarang di paha kirinya.
"Masih ada pelurunya sampai sekarang, kata dokter kalau pelurunya diambil nyawa saya bisa terancam atau kalau saya masih hidup bisa cacat tidak bisa jalan lagi," tutur kakek Amad seraya menunjukkan letak di mana peluru itu bersarang.
Di momen Kemerdekaan Republik Indonesia ini kakek Amad pun mempunyai pesan khusus kepada generasi muda.
"Hendaknya terus berjuang mengisi kemerdekaan dengan cara berpegang teguh kepada aturan pemerintah serta menghormati orang tua dan orang yang lebih dewasa," pesannya.