
Pemerintah Indonesia membuka kemungkinan isu kematian pendaki asal Brasil, Juliana Marins, akan dibahas dalam pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Brasil di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
“Mungkin ada pembicaraan di sela-sela pembicaraan bilateral antara Presiden Prabowo dan Presiden Brasil, mungkin akan dikemukakan,” kata Yusril saat konferensi pers di Gedung Kemenko Kumham Impipas, Jakarta Selatan, Jumat (4/7).
"Tapi saya yakin bahwa Kementerian Luar Negeri juga sudah memberikan banyak masukan kepada kedutaan kita di Brazil untuk mengikuti pekembangan tahap-tahap atas kasus ini," lanjut dia.
Yusril menyebut hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menerima nota diplomatik ataupun surat resmi dari pemerintah Brasil yang mempertanyakan kasus kematian Juliana. Menurutnya, pemerintah Brasil sejauh ini juga sudah menjemput jenazah Juliana dengan pesawat Angkatan Udara Brasil tanpa menyampaikan keberatan.
“Tapi sampai hari ini kita tidak menerima adanya surat atau nota diplomatik dari pemerintah Brasil yang mempertanyakan kasus kematian ini dan saya kira kita sudah memberikan cukup penjelasan ,” ujarnya.

Yusril mengatakan, pemerintah Indonesia sampai saat ini belum menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada Brasil atau keluarga Juliana, sebab tak ada permintaan itu dari pemerintah Brasil. Namun, pemerintah Indonesia telah menyampaikan keprihatinan dan duka cita.
“Sebenarnya sih permintaan seperti itu tidak ada pada kita. Orang minta maaf kan kalau orang itu melakukan suatu kesalahan ya. Tentu kita basa-basi yang bisa mengatakannya kami mohon maaf, kami tidak bisa melakukan segala upaya itu, sih bisa saja terjadi. Tapi resmi, negara kita telah melakukan upaya-upaya yang seharusnya kita lakukan,” tutur Yusril.
Kematian Juliana sendiri dipersoalkan oleh lembaga pemerhati HAM Brasil, Federal Public Defenders Office of Brazil (FPDO). Lembaga ini adalah lembaga independen pemantau HAM atau Komnas HAM nya Brasil.
Kendati demikian, Yusril berharap adanya langkah dari FPDO tak mengganggu hubungan baik antar kedua negara.
“Yang paling penting adalah kita di dalam negeri juga memahami situasi ini dan supaya tidak mengganggu hubungan baik antara kita dengan Brasil,” kata dia.