
Saham-saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ditutup melemah pada Selasa (17/6), sementara harga minyak terus merangkak naik dan biaya pinjaman pemerintah AS menurun.
Hal ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump meninggalkan KTT G7 lebih awal, dan para investor menanti keputusan suku bunga dari bank sentral utama dunia.
Trump kembali ke Washington satu hari sebelum KTT berakhir, di tengah memanasnya konflik antara Israel dan Iran. Ia menyatakan bahwa kesabaran AS semakin menipis, tetapi menegaskan tidak akan “membunuh” pemimpin Iran, setidaknya untuk saat ini.
Mengutip Reuters, bursa saham terus tertekan, dengan indeks Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun sebesar 299,29 poin atau 0,70 persen menjadi 42.215,80. Indeks S&P 500 (.SPX) turun 50,39 poin atau 0,84 persen ke level 5.982,72, serta indeks Nasdaq Composite (.IXIC) yang melemah 180,12 poin atau 0,91 persen menjadi 19.521,09.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun menurun, mencerminkan meningkatnya permintaan aset aman (safe haven), seiring investor mencermati konflik dan bersiap menyimak pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell pada pembaruan kebijakan hari Rabu (18/6).
Kepergian Trump yang lebih awal dari Kanada memupus harapan akan adanya kemajuan dalam isu-isu seperti tarif impor yang sebelumnya dijanjikan akan diterapkan.
“Pasar sempat berharap akan ada pembaruan kesepakatan dagang dari G7, dan berita tentang Trump pergi lebih awal tentu mengecewakan, meskipun kita semua tahu alasannya,” kata Eric Sterner, Chief Investment Officer Apollon Wealth Management.
“Pasar memang mencermati konflik di Timur Tengah, tetapi tampaknya situasi itu masih terbatas pada dua negara tersebut,” lanjut Ernic.
“Namun tetap menimbulkan kekhawatiran, terutama jika Iran melakukan sesuatu terhadap Selat Hormuz,” tambahnya. Sekitar 20 persen pasokan minyak dunia melintasi wilayah tersebut.

Harga minyak mentah AS melonjak 4,46 persen dan ditutup pada USD 74,97 per barel, sementara Brent naik ke USD 76,54 per barel atau naik 4,52 persen dalam sehari.
Belum terlihat adanya gangguan aliran pasokan minyak, dan Qatar menyatakan produksi gas dari ladang gas terbesar di dunia tetap stabil meski Iran sempat menghentikan sebagian produksi akibat serangan udara Israel.
Para manajer investasi juga mencatat bahwa indeks volatilitas VIX, yang dijuluki sebagai pengukur rasa takut Wall Street, meningkat dalam sepekan terakhir dan mencapai level tertinggi dalam lebih dari empat minggu pada Selasa (17/6), di posisi 21,6.
Meski begitu, angka ini masih jauh di bawah level historis. Pada April lalu, gelombang kekhawatiran akibat tarif sempat mendorong VIX melewati angka 60, mendekati rekor 80 saat krisis finansial 2008.
“Ini seperti tahap awal menuju sedikit volatilitas,” ujar Matt Thompson, co-portfolio manager di Little Harbor Advisors. “Dari yang saya lihat, pasar VIX memperkirakan konflik ini akan tetap terkendali,” tuturnya.
Matt menambahkan bahwa kurva futures VIX, yang mencerminkan ekspektasi volatilitas jangka panjang, mulai naik sehingga menunjukkan meningkatnya permintaan terhadap instrumen lindung nilai, meskipun pasar belum menunjukkan kepanikan.
Sementara itu, di Eropa, indeks STOXX 600 ditutup pada level terendah dalam tiga pekan terakhir.
Para investor kini menanti keputusan penting dari sejumlah bank sentral besar, termasuk Federal Reserve, Bank of England, dan Swiss National Bank. Bank of Japan pada Selasa (17/6) memutuskan mempertahankan suku bunga jangka pendek tetap di 0,5 persen, level ekspektasi pasar.
The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan hari Rabu (18/6), tetapi pelaku pasar akan mencermati proyeksi baru terkait bagaimana tarif impor yang diusulkan Trump akan memengaruhi pertumbuhan dan inflasi. Saat ini, pelaku pasar memperkirakan ada dua kali pemangkasan suku bunga sebelum akhir tahun.
“Salah satu hal yang menenangkan pasar awal tahun ini adalah independensi The Fed, bahwa mereka tidak akan terpengaruh oleh tekanan eksternal, tapi sepenuhnya berbasis data,” kata Matt Rubin, Chief Investment Officer dari Cary Street Partners di Richmond, Virginia.
“Jerome Powell kemungkinan besar akan kembali menegaskan bahwa kebijakan The Fed tetap fokus pada data, dan sejauh ini data belum menunjukkan perlunya penurunan suku bunga,” ucapnya.
Obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun terakhir tercatat menghasilkan imbal hasil 4,389 persen, turun 6,5 basis poin dari 4,454 persen pada penutupan hari Senin (16/6).