UU Pilkada Digugat, MK Diminta Atur Suara Pemenang Pilkada Harus Lebih dari 50%

1 month ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 ShutterstockGedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock

UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). UU tersebut digugat oleh tiga orang yakni Terence Cameron yang menyatakan diri sebagai aktivis hukum; Geszi Muhammad Nesta selaku wiraswasta; dan Adnisa Prettya selaku karyawan swasta.

Para pemohon ini menguji secara materil Pasal 107 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) UU Pilkada tersebut. Menurut para penggugat, pasal itu bertentangan dengan pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dalam permohonannya, para pemohon menyoroti soal ketentuan syarat perolehan suara untuk ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih yang tidak konsisten dan telah beberapa kali berubah dalam beberapa UU yang mengatur pemilihan kepala daerah.

Mereka meminta Pemenang Pilkada hanya jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Selama ini, kondisi tersebut hanya diterapkan di Pilkada DKI Jakarta, tidak di daerah lainnya.

"Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang memperoleh suara lebih dari 50 persen ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih, dan dalam hal tidak ada pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati yang memperoleh suara lebih dari 50%, diadakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama," demikian petitum dari para pemohon dikutip dari laman MK.

Perjalanan Perubahan UU Pilkada

Pemohon merincikan perubahan yang terjadi dalam Pasal 107 di UU Pilkada.

Menurut pemohon, ketentuan pada pasal 107 di UU Nomor 32 Tahun 2004, prinsipnya adalah pasangan calon kepala daerah harus memperoleh lebih dari 50 persen suara untuk dapat terpilih. Namun, jika tidak terpenuhi, maka pasangan calon tersebut dapat dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

"Jika tidak terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 25 persen maka dilakukan pemilihan putaran kedua," demikian bunyi permohonan.

Namun, pada 2008, UU tersebut diubah, menjadi: pasangan calon kepala daerah harus memperoleh suara lebih besar dari 50% untuk dapat ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih, namun jika tidak terpenuhi, jika terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30%, maka pasangan calon tersebut dapat dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Jika tidak terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30% maka dilakukan pemilihan putaran kedua.

Tak berhenti sampai situ, aturan tersebut pun diubah pada 2 Februari 2015 dengan munculnya perppu atas UU tersebut.

Di perppu itu, dituliskan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, pasangan calon kepala daerah harus memperoleh suara lebih besar dari 30% untuk dapat ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih, dan jika tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30%, maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.

Kemudian, pada tanggal 13 Maret 2015, UU tersebut berganti lagi. Pasal 107 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, sudah tidak ada lagi ketentuan besaran syarat perolehan suara minimal untuk ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih, dan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak terlepas dari besaran perolehan suaranya otomatis akan ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.

"Pasal 107 ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang diubah tanpa adanya parameter yang jelas merupakan bentuk ketidakpastian hukum yang adil, dan juga bentuk kemunduran demokrasi," kata pemohon.

Kemudian, pada 1 Juli 2016, UU tersebut kembali berubah. Perubahan terjadi di dua pasal, yakni Pasal 107 dan Pasal 109. Berikut bunyinya:

 ShutterstockIlustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
  • Pasal 107:

(1) Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih.

(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kecamatan di kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih.

(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali kota dan Calon Wakil Wali kota peserta Pemilihan memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah, ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih.

  • Sementara pasal 109 berbunyi:

(1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.

(2) Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasangan calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.

(3) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur peserta Pemilihan memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah, ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.

Pemilu Harus Kompetitif

Menurut para pemohon, Pilkada haruslah kompetitif. Jika diikuti banyak pasangan calon, maka tanpa adanya ketentuan harus memperoleh 50% suara mayoritas berpotensi menyebabkan pasangan calon terpilih dengan suara yang rendah.

"Tentu saja tidak memberikan legitimasi yang cukup, dan juga berpotensi menghasilkan pasangan calon terpilih yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh mayoritas pemilih dan juga bukan pasangan calon yang terbaik," kata pemohon.

Kondisi itu, kata pemohon, berpotensi menyebabkan Pilkada tidak terselenggara secara adil dan demokratis sebagaimana Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 serta kehilangan hak warga untuk mendapatkan kepala daerah yang dipilih secara demokratis yang diberikan oleh Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945.

 Helmi Afandi/kumparanIlustrasi ruangan Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan

Singgung Pilkada Jakarta

Pemohon menyinggung Pilkada di Provinsi DKI Jakarta sebagai Pilkada yang paling adil dan demokratis, sebab syarat menang harus memperoleh suara di atas 50%. Jika tidak ada yang memperoleh 50% suara, maka digelar putaran kedua.

Petitum

Atas dasar permohonan itu, para pemohon mengajukan petitum:

1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 107 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) yang berbunyi: “Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali kota dan Calon Wakil Wali kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali kota dan Calon Wakil Wali kota terpilih.” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali kota dan Calon Wakil Wali kota yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali kota dan Calon Wakil Wali kota terpilih, dan dalam hal tidak ada pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen), diadakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Wali kota dan Wakil Wali kota putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.”

3. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) yang berbunyi “Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak me...

Read Entire Article