
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menerbitkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Sound horeg resmi diharamkan. Setelah adanya fatwa tersebut, polisi kemudian melarang sound horeg.
Polda Jatim Melarang
Polda Jawa Timur mengeluarkan imbauan larangan kegiatan sound horeg atau arak-arakan musik dengan speaker besar.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, membenarkannya.
“Imbauan ya larangan,” kata Jules, Kamis (17/7).
Dalam unggahan Instagram Humas Polda Jatim disebutkan bahwa larangan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat.
"Diimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak mengadakan maupun menyelenggarakan kegiatan sound horeg atau sejenisnya," tulis salah satu unggahan Instagram @humaspoldajatim.
Larangan tersebut adalah tanggapan atas banyaknya keluhan terkait gangguan yang dinilai meresahkan warga.
"Mari kita jaga bersama. Ciptakan suasana yang aman, nyaman, dan kondusif di lingkungan kita,'' lanjutnya.
Polresta Malang Juga Larang

Selain Polda Jatim, Polresta Malang Kota juga telah melarang kegiatan sound horeg di wilayah hukum Kota Malang.
"Betul untuk sound horeg Polresta Malang melarang," kata Kabag Ops Polresta Malang Kota, Kompol Wiwin Rusli.
Wiwin menyampaikan, alasan melarang adanya kegiatan sound horeg karena dianggap meresahkan masyarakat. Namun, diketahui belum pasti sejak kapan pelarangan ini dilaksanakan.
“Pertimbangannya mengganggu kenyamanan masyarakat,” ucapnya.
Pengusaha Sound Horeg: Hormati Meski Berat Sebelah

Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu sekaligus owner Blizzard Audio, David Stefan, mengatakan dirinya menghormati keputusan fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur.
David juga hadir dalam pertemuan dengan MUI Jatim sebelum dikeluarkannya fatwa haram sound horeg.
"Tapi apa pun bentuknya kita kemarin sudah ketemu, kita sudah menjelaskan unsur-unsur yang ada di dalam kegiatan sound horeg ini kan seperti apa. Terus saya juga membaca fatwanya kan enggak langsung haram. Yang diharamkan di situ unsurnya mengganggu itu terus merusak dan lain-lain," kata David, Selasa (15/7).
David mengaku sebenarnya tindakan-tindakan yang diharamkan oleh MUI Jatim dalam pertunjukan sound horeg seperti merusak fasilitas umum itu bisa diminimalisir dengan berkomunikasi ke masyarakat satu sama lain. Sehingga David bersedia untuk menjalankan sesuai dengan ketentuan fatwa MUI Jatim.
"Jadi ya tetap kita jalankan aja karena itu kan enggak saklek harus sound-nya yang haram kan enggak seperti itu ya. Bukan sound-nya tapi ada unsur-unsurnya ya. Saya baca itu unsurnya kan memang merusak, mengganggu kan seperti itu," ucapnya.
Meski begitu, David merasa ada poin-poin dalam putusan fatwa haram itu yang berat sebelah.
"Nah, kemarin ada battle sound kalau enggak salah dan lain-lain. Sekarang kegiatan seperti itu kan juga banyak selain sound horeg gitu loh. Konser dan lain-lain. Itu kan enggak disebutkan juga gitu loh. Padahal itu juga menggunakan sound," ungkapnya.
Detail Fatwa MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur akhirnya menerbitkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Suara horeg resmi diharamkan.
Dalam fatwa itu, MUI Jatim mendesak Pemda untuk segera menerbitkan aturan khusus soal sound horeg. Sebab, menurut MUI, sudah sangat meresahkan masyarakat.
Berikut selengkapnya rekomendasi MUI Jatim:
1. Meminta kepada penyedia jasa, event organizer dan pihak-pihak yang terlibat dalam penggunaan sound horeg agar bisa menjaga dan menghormati hak-hak orang lain, Perwalian umum, serta norma-norma agama.
2. Meminta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk transmisi kepada Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota di Jawa Timur agar segera membuat aturan sesuai kewenangannya tentang penggunaan alat pengeras suara mulai dari perizinan, standar penggunaan, dan sanksi dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek, termasuk norma agama.
3. Meminta kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk tidak mengeluarkan legalitas terkait dengan horeg yang sah, termasuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebelum ada komitmen perbaikan dan penyesuaian sesuai aturan yang berlaku.
MUI Jatim menyatakan bahwa kemajuan teknologi audio digital pada dasarnya positif dan dapat diterima jika digunakan dalam kegiatan sosial, budaya, keagamaan, dan lainnya—selama tidak bertentangan dengan hukum serta prinsip-prinsip syariah.
“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut.
Namun demikian, penggunaan bunyi horeg yang berlebihan, terutama yang melebihi ambang batas wajar, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram,” lanjut MUI Jatim.
“Terlebih jika disertai aksi joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, dan kemaksiatan lainnya, baik dilakukan di tempat terbuka maupun dibawa keliling organisasi warga,” sambungnya.