Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat di bawah 3 persen pada 2025. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat di bawah 3 persen pada 2025. Seiring kondisi tersebut, arah kebijakan moneter global dinilai cenderung lebih akomodatif. BI memproyeksikan Fed Funds Rate (FFR) akan turun dua kali pada semester II 2025.
“Kebijakan moneter di berbagai negara yang ditempuh bank sentral cenderung akomodatif, termasuk kami perkirakan FFR pada semester II akan menurun dua kali masing-masing 25 basis poin (bps) dengan probabilitas semakin tinggi. Itu adalah dampak dari kondisi pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi melambat,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025 yang digelar secara daring, Rabu (20/8/2025).
Perry menjelaskan, perlambatan ekonomi global dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal AS yang semakin meluas. Sejak 7 Agustus 2025, tarif tersebut meluas dari 44 negara menjadi 70 negara. “Sebagian memang penerapan tarifnya lebih rendah dari yang diumumkan sebelumnya, termasuk Indonesia dan sejumlah negara ASEAN. Namun, bagi sejumlah negara lain tarif yang dikenakan lebih tinggi, seperti India dan Swiss. Kita harus pahami penerapan kebijakan ini masih dinamis,” ujarnya.
Ia menambahkan, implementasi tarif resiprokal AS menimbulkan risiko melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, sekitar 3 persen. “Di AS, prospek pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah, sejalan dengan melemahnya permintaan domestik,” kata Perry.
Dampak penurunan inflasi juga mulai terlihat dari merosotnya permintaan global. BI memproyeksikan inflasi di AS maupun secara global akan menurun. “Tekanan inflasi yang cenderung menurun mendorong semakin kuatnya ekspektasi penurunan FFR,” tegas Perry.