REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan sebanyak 51 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mengakses pembiayaan. Sementara itu, 80 persen UMKM masih bergantung pada modal pribadi.
Sebanyak 7 persen UMKM Indonesia baru terhubung dengan rantai pasok domestik, sedangkan hanya 4,1 persen UMKM yang mengakses global value chain. Ekspor UMKM Indonesia pun masih berada pada angka 15,7 persen, jauh di bawah Singapura (41 persen) dan Thailand (29 persen).
“UMKM masih menghadapi tantangan struktural untuk naik kelas dan menembus pasar global,” ucap Ketua Apindo, Shinta W. Kamdani, di sela-sela acara Apindo Expo dan UMKM Fair 2025 di Hotel El Royale, Senin (4/8/2025).
Kesenjangan yang terjadi, kata Shinta, bukan hanya terkait kapasitas, tetapi juga mencakup masalah akses, keterhubungan, dan kolaborasi lintas sektor yang belum optimal.
Ia menuturkan, UMKM Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga daya tahan ekonomi nasional, termasuk dalam kondisi krisis. Shinta menyebut UMKM dapat menciptakan dan menyerap tenaga kerja hingga 97 persen secara nasional, serta menopang produktivitas dengan kontribusi 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pada momen Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional ke-XXXIV di Bandung, Shinta mengajak pemerintah, pelaku UMKM, masyarakat, korporasi, dan akademisi untuk bersama-sama membangun ekosistem agar UMKM dapat naik kelas. Ia menyebut terdapat 34 booth yang diisi oleh pengusaha UMKM anggota Apindo.
Para pengusaha UMKM yang mengikuti pameran bergerak di bidang kerajinan tangan, kuliner, fesyen, batik, dan produk lokal lainnya. Terdapat pula workshop tematik, pelatihan, hingga diskusi kebijakan.