Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan mengelola dengan hati-hati mengelola defisit 2026. Rencananya, pemerintah bakal memanfaatkan utang dalam negeri untuk menutup defisit anggaran tahun depan.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan defisit Rp 638,8 triliun atau 2,48 persen dari produk domestik Bruto (PDB). Jumlah defisit anggaran tersebut dikarenakan belanja pemerintah senilai Rp 3.786,5 triliun di tahun depan masih lebih besar jika dibandingkan dengan target pendapatan negara senilai Rp 3.147,7 triliun.
“Penurunan defisit kalau kita lihat dibandingkan tahun 2025 outlook yaitu 2,78 persen. Tentu kita akan terus menjaga agar defisit itu dikelola dengan hati-hati,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN 2026 dan Nota Keuangan di Jakarta Selatan, dikutip Sabtu (16/5).
Sri Mulyani menyebut pembiayaan utang untuk kebutuhan anggaran tahun depan ditargetkan mencapai Rp 781,9 triliun, naik 9,28 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Kemudian rasio utang masih di 39,96 persen tidak ada perubahan dalam 3 tahun terakhir, dan kita akan menggunakan terutama sumber utang dalam negeri untuk menjaga keamanannya,” ujar Sri Mulyani.
Selain mengutamakan sumber utang dari dalam negeri, Sri Mulyani juga berencana memanfaatkan pembiayaan inovatif, serta mengelola portofolio utang secara aktif guna menjaga rasio utang tetap di level 39,96 persen terhadap PDB.
Salah satu bentuk pembiayaan alternatif yang terus dijalankan pemerintah adalah melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau kemitraan pemerintah dengan sektor swasta. Ia menambahkan pemerintah akan memanfaatkan sisa anggaran lebih (SAL) sebagai instrumen untuk membangun fiscal buffer.
"Sehingga stabilisasi terutama pada saat market kadang-kadang mengalami gejolak yang tidak ada dalam kontrol kita, terjadi karena situasi di Amerika atau kebijakan dari luar, tapi bisa mempengaruhi kondisi bond market kita," kata Sri Mulyani.