Berjalan di Balesari ibarat membuka lembaran sejarah yang masih bernapas, di mana seni, adat, dan kearifan lokal berpadu dalam harmoni.
Desa Balesari, yang terletak di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, merupakan salah satu desa yang masih memegang teguh warisan budaya leluhur. Dikelilingi oleh bentang alam kaki Gunung Kawi yang sejuk dan subur, Balesari bukan hanya menyuguhkan pemandangan yang memanjakan mata, tetapi juga menyimpan beragam tradisi yang hidup dan berkembang di tengah masyarakatnya.
Berbagai kesenian rakyat, upacara adat, hingga ritual keagamaan masih dilaksanakan secara turun-temurun, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga.
Masyarakat Balesari dikenal memiliki rasa gotong royong yang kuat, tercermin dalam setiap kegiatan budaya yang melibatkan hampir seluruh lapisan warga, dari anak-anak hingga orang tua. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, upaya pelestarian ini menjadi bentuk nyata komitmen warga dalam menjaga jati diri dan identitas desa.
Balesari pun kini tidak hanya menjadi ruang hidup bagi warganya, tetapi juga destinasi bagi para pecinta budaya yang ingin menyaksikan langsung kekayaan tradisi dan kearifan lokal khas Malang. Berikut adalah beberapa tradisi dan kesenian budaya di Desa Balesari yang cukup menarik.
1. Bersih Dusun & Sedekah Bumi
Merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan sebagai wujud syukur atas hasil panen dan rezeki yang melimpah, serta memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Warga membuat gunungan dari hasil bumi dan di belakang arak-arakan, terdapat koor yang melantunkan pujian-pujian kepada Tuhan.
Memberikan sesaji kepada leluhur di beberapa tempat, misal seperti Sumber Jodoh, jembatan, dll. Dari cerita nenek moyang yang ada, diberikan sesaji karena di tempat itu dibangun jalan, tapi sering terjadi longsor. Dalam bahasa ghaibnya adalah meminta ”upah” hingga akhirnya diadakan perayaan yang disebut ”Tayub”.
Syukuran yang diadakan di perempatan jalan desa setiap bulan safar, dengan tujuan menolak bala. Selain itu, Bari’an juga menjadi momen kebersamaan untuk memohon kepada Tuhan agar kehidupan masyarakat senantiasa tentram, damai, dan terjaga dari segala bentuk ancaman.
Dalam pelaksanaannya, warga biasanya membawa berbagai sajian atau makanan untuk dinikmati bersama, sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan.
Malam 1 Suro di Desa Balesari diadakan di Kraton Gunung Kawi, yang di mana juga merupakan perayaan puncak. Masyarakat sekitar dan pengunjung dari berbagai daerah akan berkumpul untuk mengikuti atau hanya sekadar menyaksikan ritual ini, dengan tujuan untuk mencari keberkahan dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta leluhur.
Ritual Selamatan Agung dan Pasiraman Suci adalah salah satu bagian dari tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar saat malam 1 suro. Selamatan Agung biasanya melibatkan berbagai upacara adat dan doa bersama sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sementara itu, Pasiraman Suci adalah ritual pemandian yang dilakukan untuk membersihkan diri secara spiritual menjelang tahun baru Jawa.
Beralih ke kesenian, asal-usul tarian ini adalah terdapat kerabat Keraton Yogyakarta yang datang dan kemudian dimakamkan di Desa Balesari. Tarian ini menceritakan perjalanan Eyang Putri dari Keraton Yogyakarta saat jalan di desa ini masih angker. Menggambarkan halangan dan rintangan saat diganggu oleh makhluk halus yang dilawan oleh prajurit putri yang menemani Eyang Putri.
Tarian ini berarti ”mencari ikan”. Mengangkat kisah terdahulu Sumber Jodoh, salah satu sumber mata air yang terletak di Desa Balesari saat dulu alirannya masih besar dan deras. Anak-anak kecil biasanya datang dan bermain di sana, mencari ikan, udang, dan kepiting kecil. Tarian ini dikhususkan untuk anak-anak.
Tarian yang menceritakan Kameswara, asal usul Kraton Gunung Kawi. Mengisahkan perjalanan Kameswara menuju Kraton Gunung Kawi hingga bersemedi dan menyucikan diri di sana. Dalam tariannya, terdapat prajurit berkuda yang ditarikan dengan kuda lumping.