Aturan membayar royalti dalam UU Hak Cipta belakangan ramai menjadi perbincangan masyarakat. Aturan ini membuat sejumlah kafe kini takut untuk memutar lagu lantaran adanya kewajiban membayar royalti itu.
Aturan membayar royalti itu kini memang tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah musisi. Mereka meminta kepastian terkait royalti dan hak cipta dari karyanya.
Pada Kamis (31/7) lalu, persidangan kembali digelar oleh MK dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli. Ada salah satu momen yang menarik dalam persidangan itu ketika Hakim MK, Arief Hidayat, merespons keterangan saksi dan ahli.
Dalam pernyataannya, Arief menyinggung pencipta lagu Indonesia Raya, WR Supratman, terkait adanya aturan pembayaran royalti ini.
Dia mengungkapkan, apabila aturan pembayaran royalti ini ditafsirkan secara harfiah, maka WR Supratman akan menjadi orang yang paling.
"Begini, kalau kita mengikuti pasal ini leterleijk (harfiah), orang yang paling kaya di Indonesia adalah WR Supratman. Apalagi mendekati 17 Agustus semuanya di Indonesia nyanyi Indonesia Raya," kata Arief.
"Bayangkan coba kita lagu Indonesia Raya, berapa tahun dinyanyikan oleh orang seluruh Indonesia baik di tingkat PAUD sampai di tingkat lembaga negara. Itu kalau model penafsiran yang sekarang baru ramai itu ahli warisnya paling kaya sedunia itu," tambah dia.
Arief mengungkapkan, di Indonesia, sedianya memegang ideologi gotong royong. Sehingga, karya seni yang diciptakan terdahulu memang diperuntukkan bagi masyarakat.
Namun dengan adanya gugatan semacam ini, menurut dia, akan menimbulkan pergeseran ideologi menjadi individualis kapitalis.
"Sehingga ciptaan-ciptaan yang dulu apakah tari, apakah lagu, apakah apa pun, termasuk karya-karya seni yang lain itu banyak yang anonim. Karena tidak mengaku itu punya saya, mengaku bukan ciptaan saya, tapi saya persembahkan, saya buat, saya cipta, saya persembahkan untuk masyarakat. Sehingga dia pahalanya banyak, masuknya surga yang paling tinggi tapi dia secara ekonomi enggak kaya," jelas Arief.
Adapun gugatan tersebut dilayangkan oleh para musisi termasuk di antaranya yakni Bernadya, Nadin Amizah, Raisa Andriana, Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, hingga Nazril Irham atau akrab disapa Ariel.
Dalam permohonannya, mereka mengajukan pengujian materi Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para penyanyi dan pencipta musik ini menyadari adanya isu hukum yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan hak konstitusionalnya dalam norma yang diuji tersebut.
Pasal 9 ayat (3) berbunyi, "Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan."
Kemudian, Pasal 23 ayat (5) berbunyi, “Setiap Orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif."
Berikutnya, Pasal 81 berbunyi, "Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksa...